KONTESTASI kepemimpinan nasional atau Pilpres yang akan datang masih sekitar empat tahun lagi. Namun, aroma persaingan antar partai politik atau antar kandidat sudah tercium.Â
Partai-partai besar tampak ngotot mempertahankan ambang batas atau presidential threshold diangka 25 persen untuk suara sah nasional hasil pemilu sebelumnya, atau 20 persen dari jumlah total kursi di parlemen.Â
Sedangkan partai medioker dan partai kecil justeru menginginkan sebaliknya. Mereka berupaya menurunkan ambang batas pilpres hingga 10 persen, bahkan kalau bisa sampai nol persen.Â
Sementara persaingan antar kandidat masih tampak malu-malu. Namun begitu, beragam pencitraan masing-masing kandidat sudah mulai kelihatan. Ada yang memanfaatkan jabatannya di pemerintahan, atau memaksimalkan posisinya di partai politik. Wajar, namanya juga kompetisi.Â
Sejauh ini berdasarkan hasil jejak pendapat beragam lembaga survei tanah air, ada lima nama yang selalu mendapat kepercayaan publik atau meraih elektabilitas paling tinggi. Mereka adalah, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto; Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Prabowo; Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan; Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan Menparekraf baru, Sandiaga Uno.Â
Dari kelima nama di atas, Prabowo Subianto layak dikedepankan sebagai sosok paling punya peluang besar. Sebab, elektabilitas dia hampir selalu mendominasi di hampir setiap lembaga survei. Paling, hanya Ganjar Pranowo dalam beberapa kesempatan sukses merebut singgasananya tersebut.Â
Jamak, bila mantan Danjen Kopasus ini mampu mendominasi raihan hasil survei, karena yang bersangkutan merupakan politisi paling berpengalaman dan senior yang masih terlibat dalam perebutan kursi kekuasaan. Diketahui, Prabowo telah tiga kali mencoba peruntungannya, namun gagal.Â
Peluang Prabowo pada Pilpres 2024 sangat besar, mengingat Jokowi sebagai rival yang selalu mengalahkannya dalam dua kali pilpres dipastikan tidak akan ikut mencalonkan kembali. Sebab, terbentur regulasi pemilu. Seorang pimpinan, baik daerah maupun pusat hanya boleh memegang tampuk kekuasaan dua periode.Â
Selain itu, peluang Prabowo semakin terbuka lebar-lebar. Sebab, dari wacana yang berkembang, Ketua Umum Partai Gerindra ini juga bakal menjalin mitra koalisi dengan PDI Perjuangan. Partai banteng ini sendiri merupakan partai paling besar saat ini. Mereka sukses memenangi dua kali pemilu berturut-turut.Â
Kendati demikian, besarnya peluang Prabowo menjadi penerus suksesi kepemimpinan Presiden Jokowi tersebut tentu baru sebatas prediksi untuk empat tahun ke depan. Bagaimana jika pilpres dilaksanakan sekarang atau bulan-bulan ini?Â
Hasilnya ternyata cukup mengagetkan. Prabowo diprediksi akan mengalami kegagalan untuk yang keempat kalinya alias quatrick ambyar. Sebelumnya, mantan suami Titiek Soeharto ini pernah mengalami kegagalan pada tiga gelaran pilpres lalu.Â
Pertama, Prabowo mencalonkan diri sebagai cawapres mendampingi Megawati Soekarnoputri pada tahun 2009. Kemudian pada pilpres 2014 dan 2019 dia sendiri yang menjadi capres-nya.Â
Lalu, apa yang menjadi dasar Prabowo diprediksi bakal kembali menemui kegagalan bila pilpres dilaksanakan dalam waktu dekat? Jawabannya adalah hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).Â
"Hanya sekitar 50% pemilih Gerindra pada Pileg 2019 yang akan memilih Prabowo seandainya Pilpres dilakukan sekarang. "Begitu juga hanya 39% pemilih Prabowo pada Pilpres 2019 yang menyatakan akan memilih Prabowo seandainya Pilpres dilakukan sekarang," ujar Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, Selasa (29/12). Dikutip dari Sindonews.com.Â
Masih dikutip Sindonews.com, survei ini menunjukan, nama yang menempati elektabilitas paling tinggi adalah Ganjar Pranowo dengan suara dukungan 15,7%. Disusul Prabowo di posisi kedua dengan 14,9%, lalu Anies Baswedan 11%, Sandiaga Uno 7,9%, Ridwan Kamil 7,1%, Agus Harimurti Yudhoyono 3,1%, dan Tri Rismaharini 3,1%.Â
Menurut Abbas, dengan data itu Prabowo kemungkinan sulit sukses maju pada Pilpres 2024.Â
Sentimen Publik Pada Prabowo MenurunÂ
Penulis tak heran bila hasil survei SRMC menunjukan sentimen negatif terhadap Prabowo Subianto. Pasalnya, Â dalam beberapa waktu terakhir ada sejumlah peristiwa yang sangat meruntuhkan nama baik Prabowo dan Partai Gerindra.Â
Penangkapan terhadap Menteri KKP, Edhy Prabowo berkontribusi besar terhadap menurunnya kepercayaan publik terhadap mantan Danjen Kopasus tersebut. Bagaimanapun, kasus-kasus korupsi kerap kali merontokkan. Tidak hanya figur, tetapi partai itu sendiri. Sebut saja Partai Demokrat. Karena banyak petinggi partainya yang korup, hingga hari ini partai berlambang Mercy ini sulit untuk bangkit.Â
Kemudian, sikap diam Prabowo terhadap kekisruhan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Misal, demo buruh terkait pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan sengkarut pemerintah dengan FPI.Â
Dalam dua peristiwa itu Prabowo tidak mampu membuktikan dirinya sebagai seorang Menteri Pertahanan yang bertanggungjawab terhadap kondusifitas keamanan negara. Publik jelas kecewa dengan sikapnya itu.Â
Terakhir, timbul rasa kecewa dari pendukung Prabowo, karena memutuskan bergabung dengan koalisi pemerintah. Sebagai figur yang dianggap jantung oposisi, Prabowo dinilai telah berkhianat terhadap kerja keras dan perjuangan mereka selama ini.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H