Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terbongkar, Bukan Diplomat tapi Mata-mata yang Datang ke Markas FPI, Munarman Bohong?

27 Desember 2020   16:38 Diperbarui: 27 Desember 2020   16:59 1832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


SEBUAH tanda tanya besar sempat menghantui publik tanah air, terutama pihak pemerintah dan yang berkepentingan lainnya. Tiba-tiba saja seorang salah seorang diplomat Jerman mendatangi Markas Front Pembela Islam (FPI). Apa kepentingannya delegasi negara mantan Nazi ini terhadap ormas Islam dimaksud. 

Kunjungan Diplomat Jerman ini sontak menjadi diskursus publik, lantaran dianggap tak sepatutnya mereka mencampuri urusan internal negara lain. Terlebih, mereka sebatas delegasi negaranya guna menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia. 

Sebagai diplomat atau perwakilan kedutaan besar sudah barang tentu harus mematuhi segala aturan yang berlaku di tanah air. Ini termasuk hukum tertulis dalam sebuah hubungan dua negara. 

Jadi, saat tanpa izin diam-diam mendatangi Markas FPI menjadi sebuah tamparan bagi pemerintah. Mereka sama sekali tidak memandang Indonesia sebagai negara berdaulat. 

Sikap mereka telah melanggar etika diplomasi. Etika ini mencakup beberapa elemen yang harus dianut oleh para Diplomat. Seperti, integritas, kejujuran, obyektivitas, dan impersialitas atau ketidakberpihakan. 

Setelah mendapat teguran dan diminta klarifikasinya, pihak Kedutaan Besar Jerman tak membantahnya. Mereka pun menegaskan akan segera memberi sanksi terhadap diplomat dimaksud. Dan, kembali memulangkannya ke negara asalnya. 

Namun, alasan yang mereka utarakan sungguh tak masuk akal. Kunjungannya ke Markas FPI katanya sekadar ingin mendapatkan rute aksi massa yang akan digelar pada 18 Desember 2020 lalu. Aksi ini kemudian dikenal dengan istilah aksi 1812. Kalau sebatas ingin mengetahui rute aksi massa, mereka bisa meminta informasinya pada pihak kepolisian. 

Setelah mendapat konfirmasi dari pihak kedutaan, Pemerintah Indonesia sepertinya tidak ingin memperpanjang kasus ini. Hubungan diantara kedua negara kembali berjalan normal sebagaimana mestinya. 

Setelah beberapa waktu berlalu, berita mengagetkan datang dari salah seorang Anggota Komisi I DPR RI, M Farhan. Seseorang yang datang mengunjungi Markas FPI tersebut nyatanya bukan seorang diplomat, melainkan seorang mata-mata. Diketahui, namanya adalah Suzanhol. 

Dikatakan Farhan, dikutip dari Suara.com, berdasarkan data yang ia peroleh, diketahui nama Suzanhol tercatat di Bundesnachrichtendienst (BND), sebuah lembaga intelijen Jerman. 

"Ternyata ketika dilakukan penyelidikan ke beberapa sumber kita di Berlin langsung, Suzanhol bukan pegawai pemerintah tercatat di Kementerian Luar Negeri Jerman. Dia tercatat sebagai pegawai di BND. BND itu Badan Intelijen Jerman," kata Farhan dalam diskusi daring, Minggu (27/12). 

Masih dikutip dari Suara.com, dugaan ini diketahui karena permintaan persona non grata terhadap Suzanhol tidak dipenuhi oleh Kedubes Jerman. Pihaknya sebatas memulangkan ke negara asal. 

"Kita minta udah persona non grata. Tidak dijalankan persona non grata-nya. Ternyata dia memang tidak bisa di-persona non grata karena dia bukan diplomat," kata Farhan. 

Persona non grata adalah sebuah istilah yang dipakai dalam kancah politik dan diplomasi internasional. Artinya adalah orang yang tidak diinginkan. Orang-orang yang di-persona non grata-kan biasanya tidak boleh hadir di suatu tempat atau negara. 

Apabila ia sudah berada di negara tersebut, maka ia harus diusir dan dideportasi. Persona non grata hanya diberlakukan bagi orang-orang yang terlibat hubungan diplomasi. 

Bila benar dugaan Farhan, situasinya bakal semakin rumit. Karena, bagaimanapun yang namanya anggota intelejen selalu diberi tugas khusus. 

Tugas inilah yang harus segera diusut tuntas Pemerintah Indonesia. Jangan sampai, mereka bergerak lebih jauh sehingga mampu mengumpulkan data-data yang diperlukan. Akhirnya, merugikan Bangsa dan Negara Indonesia sendiri. 

Penulis percaya, pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar kasus ini tak berkepanjangan. Terutama, tidak menjadi pemantik kegaduhan di tanah air. Semoga!.

Munarman Berbohong 

Pasca kunjungan Suzanhol ke Markas FPI, yang kala itu masih disangka diplomat, Munarman mengklaim bahwa kedatangan diplomat itu terkait dengan insiden tewasnya enam laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50. Klaim ini dinyatakan langsung Sekretaris Umum (Sekum) FPI tersebut dan tersebar beritanya di beragam media massa arus utama tanah air.  

Tak hanya itu, Munarman juga menegaskan, kedatangan Diplomat Jerman ini sebagai bentuk perhatian masyarakat Internasional terhadap insiden tersebut. Sontak, pernyataannya ini membuat gaduh tanah air. 

Pasalnya, bila keterangan Munarman ini benar, maka Indonesia bakal dihadapkan pada situasi tidak menguntungkan. Bukan mustahil negara-negara asing bakal menyoroti kasus tewasnya enam laskar FPI dengan serius. Indonesia bakal dianggap sebagai negara yang doyan melakukan pelanggaran HAM. 

Berkaca pada pernyataan Farhan, bisa jadi dia kembali pernyataan berbohong. Sebelumnya, dia juga dianggap telah memberi keterangan palsu terkait FPI yang tidak pernah membawa sajam atau senpi. 

Mereka selalu bertangan kosong. Padahal, jejak digital membuktikan, tak terhitung banyaknya foto atau video yang menggambarkan anggota FPI tengah membawa senjata.

Pernyataan Munarman ini diketahui sebagai lanjutan kisruh antara pemerintah dengan FPI semenjak pimpinannya, Habib Rizieq Shihab kembali ke tanah air setelah lama menetap di Arab Saudi. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun