Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

New Normal dan Pentingnya Kesadaran Publik

8 Juni 2020   18:21 Diperbarui: 8 Juni 2020   18:19 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MEWABAHNYA pandemi virus corona atau covid-19 di tanah air sudah lebih dari tiga bulan lamanya.

Begitu banyak hal yang dirugikan oleh masifnya penyebaran virus asal Wuhan, China tersebut. Tak hanya merugikan sektor kesehatan dan keselamatan warga masyarakat, melainkan juga sektor lainnya. Yang paling parah terdampak tentu saja sektor ekonomi.

Telah cukup banyak upaya pemerintah guna memutus mata rantai penyebaran wabah virus corona ini, hingga akhirnya berujung pada kebijakan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB). Kebijakan ini dipandang pemerintah sebagai regulasi yang paling pas diterapkan di tanah air, dibanding dengan tuntutan lockdown atau penguncian wilayah.

Namun nyatanya setelah sekian lama diberlakukan di beberapa wilayah di tanah air, kebijakan yang dianggap paling pas ini belum benar-benar menuai hasil menggembirakan.

Soalnya masih banyak ditemukan kasus-kasus baru di beberapa wilayah. Salah satu yang paling banyak adalah Provinsi Jawa Timur. Bahkan dalam beberapa hari terakhir, meningkatnya jumlah kasus di wilayah yang dipimpin oleh Khofifah Indar Parawangsa ini mampu melebihi jumlah kasus di DKI Jakarta yang sebelumnya merupakan episentrum penyebaran virus corona di tanah air.

Pertanyaannya, apakah PSBB telah gagal?

Dalam pandangan penulis, boleh jadi PSBB tidak bisa dikatakan gagal sepenuhnya. Mengingat di beberapa daerah termasuk Sumedang bisa dikatakan berhasil. Terbukti sudah dalam beberapa waktu ini selalu nihil kasus. 

Itu sebabnya Sumedang percaya diri ketika menatap new normal atau istilah pemerintah Sumedang menyebutnya adaftasi kehidupan baru (AKB).

Artinya, jika di sana-sini masih ditemukan banyak kasus, penulis rasa bukan masalah regulasinya yang salah. Melainkan kesadaran dalam penerapannya yang masih perlu banyak perbaikan.

Kesadaran di sini tentu bukan hanya menyangkut masyarakat sipil biasa tapi termasuk para pelaku penegak aturan dari PSBB sendiri.

Dalam hal ini, para penegak aturan yang ditemukan tidak benar-benar menindak tegas ketika mendapatkan pihak-pihak yang melanggar, sehingga tidak menjadikan efek jera. Akhirnya, publik pun berlaku seenaknya seolah tidak terjadi apa-apa.

Tengok saja saat jelang lebaran kemarin, bagaimana masyarakat masih banyak ditemukan bejubel dan berhimpitan di sana-sana terutama di pasar dan pertokoan. Physical distancing seolah menjadi angin lalu.

Tapi sudahlah. Nasi yang sudah menjadi bubur tidak mungkin kembali menjadi nasi. Sekarang tinggal bagaimana caranya dalam menatap masa depan.

New Normal demi Selamatkan ekonomi

Sebagaimana diulas dibagian faragraf di atas bahwa pandemi covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan dan keselamatan warga, tapi juga ekonomi.

Tentu saja situasi ini menjadi simalakama bagi pemerintah. Jika terlalu fokus pada penanganan virus corona, dipastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan makin terpuruk. Pun sebaliknya.

Untuk itu demi keduanya bisa berjalan beriringan, pemerintah (mungkin) dengan sangat terpaksa menerbitkan kebijakan baru dan mengajak warga masyarakat untuk berdamai dengan virus corona. Kebijakan tersebut sekarang dikenal dengan new normal.

New normal ini banyak dinilai oleh berbagai kalangan sebagai upaya pemerintah dalam menyelamatkan ekonomi bangsa, tapi tetap tidak meninggalkan kewajibannya dalam melindungi masyarakat dari ancaman virus corona yang memang masih mewabah di tanah air.

Dalam penerapan new normal, beberapa kegiatan ekonomi yang sebelumnya sempat berhenti, perlahan mulai dibuka kembali. Pun dengan kegiatan masyarakat yang bergerak di sektor informal sudah mulai bisa menjalankan aktifitasnya seperti biasa tanpa takut dihantui oleh aparat penegak hukum.

Hanya saja, masyarakat ditekankan untuk senantiasa mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditentukan pemerintah. Seperti, tetap menjaga jarak, hindari kerumunan, pakai masker, cuci tangan dll.

Perlu kesadaran dan kedisiplinan
Boleh jadi dengan penerapan new normal, kehidupan atau pertumbuhan ekonomi bisa kembali dikatrol. Cuma, masalah pemutusan rantai penyebaran virus masih sangat disangsikan.

Kenapa?

Alasannya pasti, karena tingkat kesadaran dan kedisiplinan kita yang masih sangat rendah.

Maaf bukannya penulis understimate. Saat masih PSBB dengan segala aturan dan sanksi hukumnya diberlakukan saja, bujan sedikit warga yang berlaku tak peduli.

Apalagi saat aturan ini dilonggarkan, tentunya akan semakin berpotensi terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap protokol kesehatan yang sudah ditentukan pemerintah.

Apakah bisa new normal menekan laju penyebaran virus corona?

Jawabannya pasti bisa. Asal, ada keinginan kuat dari semua pihak dengan mengikuti dua syarat.

Pertama, panduan hidup dengan New Normal harus benar-benar dimatangkan oleh pemerintah. Tidak boleh ada celah yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan pelanggaran.

Panduan ini tentu tidak hanya berlaku di kawasan perkantoran atau industri saja tapi menyeluruh hingga ke lingkungan masyarakat. Dan tentunya harus tegas, lugas tidak plin plan seperti biasanya.

Kedua, butuh kesadaran dan kesiplinan tinggi dari seluruh elemen masyarakat tanpa kecuali.

Di era new normal benar-benar mengharuskan seluruh masyarakat untuk melakukan gaya hidup baru di tengah pandemi Covid-19 agar tetap sehat dan bertahan hidup. Untuk itu yang menjadi kunci utamanya adalah kesadaran dan disiplin.

Dalam hal ini, masyarakat harus memiliki kesadaran dan disiplin untuk menerapkan gaya hidup baru tersebut dan lebih fokus pada keselamatan dan kesehatan diri sendiri, keluarga dan orang lain.

Coba saja, jika masing-masing individu memiliki kesamaan misi untuk terhindar dari penularan, dengan sendirinya akan berupaya hidup sesuai dengan standar protokol kesehatan dimaksud.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun