PADA jaman yang sudah "dikepung" dengan beragam media sosial (Medsos), sebetulnya tantangan para orang tua maupun para tenaga pendidik di sekolah untuk menumbuhkan minat menulis anak atau siswa sedikit berkurang.
Sebab, tanpa kita sadari, dengan menjamurnya medsos di era modern ini, anak-anak atau siswa seolah dipacu untuk bisa menyampaikan segala unek-uneknya lewat tulisan. Baik itu berupa curhatan ringan hingga curhatan nangis bombay, maupun sekedar eksis dengan menuangkan isi hatinya.
Jadi, ibu/bapak, encang/encing atau para staf pengajar tidak harus repot lagi mencoba untuk menumbuh kembangkan minat menulis pada anak atau siswanya. Karena pada dasarnya mereka sudah suka menulis.
Hanya masalahnya, tentu saja kita sebagai orang tua atau tenaga pendidik ingin para anak atau siswa tersebut tidak sekedar bisa menulis, bukan?
Kita ingin, anak atau siswa memiliki keterampilan lebih baik dalam hal menulis agar bisa menghasilkan karya tulis yang layak untuk dibaca, sukur-sukur bisa menghasilkan. Atau, setidaknya bisa memberikan manfaat bagi pembacanya.
Jika itu tujuannya, tentu saja harus ada cara khusus agar si anak atau siswa bisa lebih tekun lagi mempelajari serta mendalami dunia tulisan.
Untuk itu, dalam kesempatan ini izinkan saya untuk sekedar berbagi pengalaman.
Sebenarnya tidak ada rahasia khusus agar anak atau siswa kita mampu menghasilkan karya tulis yang baik. Mereka cukup melakukan satu cara, yaitu MEMBACA.
Jika anak atau siswa kita rajin membaca, saya yakin mereka perlahan akan menjadi akrab dengan beragam gaya tulisan. Baik itu, teknik-teknik menulis dan gaya bahasa yang cocok dengan kepribadiannya.
Mereka juga bisa lebih banyak mengeksplorasi berbagai macam jenis tulisan. Semakin banyak anak membaca, maka sudah hampir dipastikan akan semakin menambah khasanah diksi serta kebahasaan mereka.
Dan, bila minat baca (buku) sudah tumbuh dalam diri masing-masing si anak. Menurut pengalaman, biasanya akan timbul keinginan untuk membaca hal lainya guna menambah referensi.
Misalkan, membaca alam atau lingkungan sekitar, membaca budaya dan karakteristik kehidupan masyarakat, baik perorangan maupun kelompok serta membaca hal lainnya yang dipandang perlu untuk menambah ilmu pengetahuannya sekaligus memperkaya khasanah penulisannya.
Jadi tidak sekedar menulis curhatan di medsos. Tapi, bisa lebih serius menulis hal lainnya, semisal puisi, cerpen atau karya lainnya sesuai arah minat.
Tapi, lupakan dulu hal itu. Kita kembali ke prinsip dasarnya saja.
Setelah minat baca anak atau siswa tumbuh kembang san sukur-sukur sudah menjadi kebiasaan, barulah kita melangkah pada hal lain. Yakni, jangan coba-coba membatasi imajinasi anak atau siswa dalam hal menulis.
Saat si anak atau siswa sudah mulai tertarik untuk membuat tulisan, jangan batasi tema tulisan yang ingin mereka buat.
Biarkan imajinasi mereka berkembang untuk kemudian disalurkan ke dalam tulisan. Baik itu soal binatang yang dia senangi, pahlawan yang dikagumi, kesukaan mereka, cita-cita mereka, atau mungkin hal lainnya.Â
Intinya, biarkan imajinasi mereka liar sesuai hati dan pikirannya. Asal, tentu saja sifatnya positif.
Kenapa jangan dibatasi?
Perlu diketahui, jika dibatasi hanya akan menghambat kebebasan mereka untuk mengembangkan kemampuan atau kreativitas dalam menulis. Ingat, penulis yang baik biasanya dia yang menguasai materi dan menyukainya.
Nah, setelah itu alangkah lebih baiknya jika ibu/bapak, encang/encing dan para staf pengajar bisa menyediakan media komunikasi bagi si anak atau siswa sekaligus sebagai sarana publikasi hasil tulisan mereka.
Kalau di sekolah, misalnya siapkan berupa majalah dinding (mading) atau sekedar papan di kelas dengan tema yang berbeda-beda setiap bulannya.
Media ini bisa menjadi tempat bagi siswa menyalurkan karya tulisan dan menjadi wadah aktualisasi bagi mereka. Jika dimanfaatkan dengan baik, media seperti ini dapat menumbuhkan minat siswa untuk menulis.
Lebih jauhnya, bapak/Ibu, encang/encing dan para guru juga bisa menggunakan teknologi seperti blog sebagai wadah tempat menulis bagi siswa.
Bagaimana sudah faham sampai di sini?
Lalu, apa langkah berikutnya agar minat menulis anak tetap terjaga dengan baik bahkan terus lebih berkembang?
Caranya sangat sederhana. Secara fsikologi, anak atau siswa biasanya masih sangat butuh perhatian, pengakuan dan pujian. Untuk itu, tidak ada salahnya kita lakukan itu.
kita sebagai orang tua atau tenaga pendidik jangan segan memuji dan menghargai karya mereka, meski mungkin sebenarnya tidak sesuai kenyataan.
Dalam hal ini, jangan sekali-kali kita menilai hasil tulisan si anak, tapi nilailah prosesnya. Lakukan terus hal tersebut agar si anak tetap termotivasi dan belajar untuk menghasilkan tulisan-tulisan yang lebih baik lagi nantinya.
Itu yang bisa saya bagikan agar si anak terus tumbuh minatnya untuk menulis. Namun sebagai tambahan, saya pernah mengobrol dengan salah seorang penggiat literasi anak tentang bagaimana caranya si anak atau siswa gemar menulis.
Ternyata tidak jauh beda. Namun, ada dua hal yang bisa saya simpulkan sebagai tambahan dari tips di atas. Yaitu :
Pertama, tidak perlu mengajarkan terlalu banyak tata bahasa saat si anak atau siswa baru mulai menulis.
Menurut rekan saya tersebut, tata bahasa yang baik dan benar bersifat berkembang dan akan dikuasai anak sedikit demi sedikit. Jangan mengajarkan terlalu banyak tata bahasa yang rumit saat anak baru saja mulai belajar menulis.
Ingat bahwa anak akan secara alami belajar menulis dalam bahasa yang biasa mereka baca, sama seperti belajar berbicara dari bahasa yang mereka dengar. Maka, membaca itu penting bagi siswa agar mereka dapat menulis dengan tata bahasa yang baik.
Kedua, jangan tuntut si anak atau siswa untuk menulis dengan sempurna.
Masih kata rekanku, loh. Saat si anak atau siswa baru saja belajar dan berlatih menulis yang baik, jangan menuntut mereka untuk memberikan tulisan yang sempurna.
Karena sekali saja si anak merasa tulisannya dituntut sempurna, maka bisa saja ini akan menyingkirkan kreativitas atau bahkan kelumpuhan besar bagi mereka dalam menulis.
Karena mereka merasa sedang berada dalam tekanan. Dan, ini sangat tidak baik dalam dalam proses pertumbuhan si anak dalam perkembangan menulisnya.
Sekali lagi, itulah yang bisa saya bagikan dalam kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat!
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H