Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ingat, Ternyata Kita Tak Bisa Hidup Sendiri!

5 Juni 2020   23:01 Diperbarui: 5 Juni 2020   22:57 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SAHABAT, seandainya ada seseorang atau siapapun itu mengatakan padamu, "Aku tidak membutuhkanmu. Aku tidak memiliki kepentingan denganmu. Aku mampu melakukannya tanpamu."

Kira-kira apa pendapat sahabat?

Apakah kalimat tersebut di atas masuk dalam kategori sombong atau mungkinkan ucapan dimaksud dilontarkan oleh seseorang terhadap pihak lawan bicaranya yang dianggap tidak memiliki kelebihan apapun. Sehingga kehadirannya benar-benar tak memberi manfaat.

Malah boleh jadi,  keberadaannya menjadi batu sandungan dan memperlambat langkah kaki saja. Sehingga menjadi beban berat untuk setiap pergerakan.

Eh, ngomong-ngomong..

Pernahkah kita merasa seperti itu atau sebaliknya diperlakukan seperti hal tersebut di atas? Dianggap sampah dan tak berarti apapun.

Jika pernah, mari kita renungi kisah di bawah ini!

Suatu ketika di sebuah kolam renang, begitu banyak pengunjung yang berenang di kolam tersebut.

Maklum kaum adam, kerap kali suka berlaku iseng dan berseloroh. Sebetulnya hanya murni iseng belaka. Namun keisengan dimaksud malah dianggap menggoda oleh perempuan yang ada di sana. 

Laki-laki tersebut begitu jengah, karena dipermalukan dengan ocehan dan suara nyaring si perempuan si perempuan yang mengata-ngatinya dengan seenak perutnya.

Tak berapa lama, entah karena apa perempuan itu kemudian tertinggal di tengah kolam. Hampir lemas, kaki, dan tangannya keram. Teman-temannya berteriak minta bantuan.

Tak seorang pun ada yang datang menolong. Tapi sebaliknya, pada saat kritis itulah laki-laki yang telah kenyang dengan sumpah serapah tadi, justru malah menceburkan diri ke tengah kolam, kemudian menolong perempuan si perempuan tadi.

Dan, si perempuan tadi selamat. Lalu, seketika hilang sifat galak dan keganasannya pada si laki-laki yang pernah diumpatnya habis-habisan tersebut.

Padahal sebelumnya..

"Bukankah dia tidak membutuhkannya Bukankah dia tidak memiliki kepentingan dengannya Bukankah dia mampu melakukannya tanpanya,"

Dengan peristiwa di atas, jelaslah bahwa sebenarnya tak ada seorang pun yang mampu hidup tanpa membutuhkan orang lain.

Memang benar, tidak semua orang yang ada di sekitar kita menyenangkan hati. Tidak semua orang yang ada di sekitar kita mampu sendiri melakukan segalanya. Dan seterusnya.

Nyatanya, belum hilang gaung suara, "aku tidak memutuhkanmu" dari telinga pengunjung yang ada di kolam. 

Ternyata begitu dia dalam posisi terancam justeru yang menolong adalah orang yang paling dibencinya. Hanya karena ucapan yang ke luar tak sengaja.

Dalam sebuah cerita disampaikan, "Orang yang datang ke padaku akan merasa bosan jika aku diam saja. Tak bercerita apa pun. Namun, ketika aku bercerita tentang yang mereka sukai, aku jadi lelah. Kalau aku bercerita tentang ke sukaanku mereka yang letih mendengarkan."

Setelahnya mereka akan pergi. Di tempat lain kemungkinan ia akan menceritakan kejelekanku sambil berkata, "Dia pergi meninggalkan kita." atau "Aku telah bosan dengannya."

Bagaimana mungkin kolam disebut kolam tanpa ada airnya? Bagaimana mungkin kayu bakar meninggalkan tungku masak? Sepertinya tidak mungkin.

Api dan kayu bakar menjauh hanya karena melihat tungku tak kuasa menahan panas. Ketika api dan kayu bakar menjauh. Maka pada saat yang sama tungku pun menjauh. Baik dalam pandangan maupun dalam kedekatan. Pada kondisi demikian siapa yang dipersalahkan?

Dalam kehidupan sehari-hari, bukankah hal yang biasa terjadi perbedaan pendapat? Masing-masing merasa benar? Masing-masing merasa malu kalau dianggap jelek. Dan masing-masing akan merasa kecewa jika terjadi perpisahan. Kesedihan demi kesedihan dan penyesalan.

Salah satu pemantik apinya adalah kemarahan, kecemburuan, kedengkian, dan sifat buruk lainnya.  Dominasi yang memunculkan seperti pemantik korek api adalah kemarahan. Efeknya begitu menghancurkan. Selanjutnya diikuti oleh sifat lain-lainnya. Sesuai kondisi masing-masing individu, dan suasana.

Jadi benar, ketika disebutkan kesombongan adalah dosa yang tak termaafkan. Seperti halnya iblis ketika diminta sujud kepada Adam AS. 

Dengan kesombongannya mengatakan, "Untuk apa aku sujud pada mahluk yang terbuat dari tanah. Bukankah aku terbuat dari Api? Dan api lebih mulia daripada tanah!"

Begitulah sifat buruk datang dimulai dengan kesombongan, amarah jadi pemantik, dan iri dengki jadi kayu bakar yang siap menghanguskan apa saja. Termasuk kebaikan dan persahabatan.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun