Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Panas Isu Pemakzulan Jokowi, Please Setop Bermimpi!

3 Juni 2020   15:57 Diperbarui: 3 Juni 2020   16:23 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BEBERAPA waktu terakhir, Bangsa dan Negara Indonesia tengah diguncang dengan maraknya isu pemakzulan terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Ditenggarai, munculnya wacana isu pemakzulan tersebut karena pemerintah khususnya Presiden Jokowi dianggap tidak mampu menangani kondisi krisis yang tengah melanda tanah air dalam beberapa bulan terakhir.

Krisis dimaksud adalah mewabahnya pandemi virus corona atau covid-19 yang sudah berlangsung tiga bulan terakhir atau sejak ditemukan kasus pertama kalinya pada awal Maret 2020 lalu.

Selain itu, ada juga yang menjadikan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 yang kemudian disyahkan menjadi Undang-Undang tentang kebijakan keuangan dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Bahkan dengan terbitnya Perppu tersebut di atas, memantik sejumlah pihak untuk bereaksi. Diantaranya adalah Amin Rais dan kawan-kawan menggugat Perppu dimaksud ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap tidak sesuai dengan amanah konstitusi UUD 45.

Selain itu, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu pun cukup bereaksi keras dengan terbitnya Perppu No 1/2020. Menurutnya, apa yang dilakukan Presiden Jokowi ini merupakan sabotase konstitusi.

Berangkat dari kedua hal tersebut di ataslah, dalam beberapa waktu terakhir isu pemakzulan terhadap Presiden Jokowi kian memanas.

Beberapa tokoh negeri sepertinya antusias membahas isu pemakzulan ini. Sebut saja diantaranya mantan pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Amin Rais dan Guru besar Pemikiran Politik Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Din Syamsuddin.

Bahkan, dengan gamlang, Din menyebut bahwa dalam konteks politik Islam, pemakzulan sangat memungkinkan. Kata dia, mengutip dari pandangan pemikir Islam, Al-Mawardi, menjelaskan ada tiga syarat untuk memakzulkan kepala negara.

Tiga syarat itu seperti dikutip Tempo.co ialah tidak adanya keadilan, tidak memiliki ilmu pengetahuan atau tidak mempunyai visi kepemimpinan yang kuat dalam mewujudkan cita-cita nasional, dan ketika pemimpin tersebut kehilangan kewibawaan dan kemampuan memimpin terutama dalam masa kritis.

Namun, isu pemakzulan terhadap Presiden Jokowi ini bukan kali pertama terjadi. Jauh sebelumnya, Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh pun pernah melemparkan isu pemakzulan pada saat Presiden Jokowi mewacanakan penerbitan Perppu KPK. Sebab, jika terjadi kesalahan maka, impeachment atau pemakzulan jadi risikonya.

Boleh jadi, berbicara tentang isu pemakzulan adalah bagian dari kebebasan kita untuk berpendapat. Namun, rasanya tak elok pula jika isu sensitif ini digembar-gemborkan pada saat negara dalam menghadapi kritis.

Sejatinya dalam kondisi negara yang sedang dilanda krisis, kita semua elemen masyarakat bahu-membahu untuk sama-sama mencari cara agar bisa keluar dari krisis tersebut. Tentu saja dalam hal ini disesuaikan dengan tugas, wewenang dan kapasitasnya masing-masing.

Bukan saatnya kita untuk saling salah-menyalahkan. Karena jika kurang hati-hati dalam menyikapinya bukan tidak mungkin akan dijadikan peluang atau kesempatan oleh fihak-fihak yang selama ini bersebrangan dengan kebijakan pemerintah untuk lebih memperkeruh suasana, sehingga kondusifitas keamanan negara terganggu. Kemudian, mereka mengambil memanfaatkan kesempatan itu demi kepentingan politiknya.

Jika hal tersebut terjadi, jangankan mampu keluar dari krisis. Malah sebaliknya, akan lebih terjerumus pada jurang kesengsaraan yang lebih parah.

Tidak Mudah Makzulkan Presiden
Negara kita adalah negara yang dilindungi oleh konstitusi. Termasuk pemakzulan kepala negara pun jelas diatur dalam UUD 45. Artinya, sekuat apapun isu pemakzulan Presiden Jokowi jelas tidak akan semudah membalikan telapak tangan, bahkan cenderung sangat sulit.

Sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 7A, ada tiga syarat pemakzulan presiden. Pertama, presiden melakukan pengkhianatan, korupsi atau tindak pidana berat. Kedua terkait etika, yaitu perbuatan tercela. Ketiga, alasan administratif, yakni jika presiden dan wakil presiden tidak memenuhi syarat untuk jadi presiden dan wakil presiden.

Jika merujuk pada permasalahan covid-19 dan dikaitkan dengan ketiga syarat UUD 45 di atas, apakah pantas Presiden Jokowi dimakzulkan?
Dikutip dari Merdeka.com, Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana mengatakan sangat sulit untuk memakzulkan Presiden Jokowi dengan alasan kebijakan yang dikeluarkan selama masa pandemi-19 tidak tepat. Sebab, kebijakan bukan salah satu alasan konstitusional untuk memberhentikan kepala negara.

"Kalau itu sepanjang terkait dengan kebijakan maka kebijakan saja bukan merupakan alasan untuk memakzulkan presiden," kata Denny dalam diskusi 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusional Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19', Senin (1/6).

"Kalau kebijakannya saja maka pemberhentiannya bukan melalui proses pemakzulan tetapi melalui pilpres. Kalau kita tidak setuju dengan cara kerja presiden, tidak setuju dengan pilihan-pilihan kebijakan presiden maka proses kita menghentikannya bukan di tengah jalan tapi melalui proses pemilu," sambungnya.

Masih dikutip Merdeka.com, selain tak memenuhi syarat konstitusional, proses pemakzulan presiden akan terganjal restu DPR. Saat usulan pemakzulan masuk ke DPR, maka kemungkinan besar koalisi partai pendukung Jokowi di DPR akan menolak.

Apalagi, jumlah partai koalisi Jokowi, yakni PDIP, Golkar, NasDem, PKB, dan PPP memiliki 349 kursi atau 60 persen kursi DPR. 

"Di sini saja prosesnya sudah berat," ujar Denny.

Jangan Habiskan Energi untuk Hal Tidak Perlu
Jika merujuk pada pernyataan Denny, jelas bahwa Presiden Jokowi akan sangat sulit dimakzulkan hanya karena kebijakannya dianggap kurang mampu menangani pandemi covid-19. Dalam hal ini, menurut hemat penulis, bagi mereka-mereka yang mempunyai pikiran untuk memakzulkan Presiden Jokowi lebih baik setop bermimpi. 

Lagi pula, perlu diingat bahwa krisis yang diakibatkan pandemi virus corona ini bukan hanya Indonesia, tetapi masih banyak ratusan negara lainnya yang mengalami hal serupa.

Nasib negara-negara lain pun tidak lebih baik dari negara Indonesia dalam hal penanganannnya. Mereka juga sama-sama mengalami masa kelam dan sulit. Jadi rasanya kurang elok pula andai Presiden Jokowi seolah dijadikan kambing hitam atau bulan-bulanan bahwa dirinyalah satu-satunya orang yang harus bertanggungjawab atas adanya krisis dimaksud.

Untuk itu, penulis hanya bisa menghimbau, jangan habiskan energi untuk hal-hal yang tidak perlu apalagi sampai memantik perdebatan panjang dan perselisihan. Lebih baik, energi kita curahkan pada hal-hal yang lebih bermanfaat agar negara ini secepatnya keluar dari krisis. Aaminn
Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun