SUDAH lebih dua bulan ini pandemi virus corona atau covid-19 terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Bukan saja melemahkan masyarakat secara psikologi, karena terus dihantui rasa khawatir oleh covid-19. Dari aspek ekonomipun, penduduk tanah air terutama dari kalangan ekonomi kelas bawah benar-benar dibuat kocar-kacir.
Kenapa?
Sebagaimana diketahui, dengan mewabahnya pandemi covid-19, banyak warga masyarakat tanah air terpaksa harus kehilangan mata pencahariannya. Dengan keganasan virus asal Wuhan, China ini pula, tak terhitung warga negara Indonesia dipaksa untuk mengencangkan ikat pinggangnya.
Sejatinya, di saat kondisi seperti ini, Pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi benar-benar bisa hadir di tengah-tengah masyarakat dan memahami kondisi rakyatnya yang sedang dalam kesulitan keuangan atau ekonomi.
Bukan maksud saya untuk menyudutkan atau menyalahkan Presiden Jokowi. Hanya saja sudah selayaknya sebagai pimpinan tertinggi negara memiliki rasa empati terhadap warga negaranya.
Sebut saja, memberikan rasa aman, konsisten dalam mengambil langkah kebijakan serta yang paling penting jangan lagi membebani masyarakatnya yang sudah terhimpit kesulitan maha berat.
Sayang, sepertinya rasa empati itu telah hilang. Setidaknya hal ini dibuktikan dengan kebijakan dirinya menaikan iuran bulanan BPJS kesehatan persis di tengah-tengah masa pandemi covid-19.
Mungkin, kenaikan iuran BPJS kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan itu, karena  kedodoran dalam pembiayaan kesehatan.
Hanya saja, dalam situasi yang sedang serba kesusahan dan ekonomi masyarakat tengah terpuruk, rasanya kurang fair juga. Apa tidak sebaiknya keputusan ini ditunda, sampai kondisi bangsa dan negara benar-benar kembali normal dan sudah terbebas dari ancaman pandemi covid-19.
Pasalnya, andai diterapkan dalam waktu dekat atau tepatnya pada bulan Juli mendatang, iuran bulanan BPJS dalam pandangan saya hanya akan membuat "rakyat sudah susah makin susah."