Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saat Anies "Kambing Hitamkan" Terawan untuk Serang Pemerintah Pusat

12 Mei 2020   20:16 Diperbarui: 12 Mei 2020   20:23 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DALAM beberapa hari terakhir, nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kembali menjadi bahan pergunjingan publik, khususnya warganet.

Hal tersebut tak lepas dari pengakuannya kepada Surat Kabar Australia, The Sidney Morning Herald, bahwa sejak tanggal 6 Januari 2020 dirinya bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah waspada dan sigap dalam penanganan virus corona atau covid-19 yang saat itu masih disebut pheunomia Wuhan.

Bahkan, masih diakui Anies dalam wawancaranya dengan media asing dimaksud mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan seluruh rumah sakit di Jakarta dan menyediakan nomor hotline di 190 rumah sakit yang berada di wilayah kekuasaannya.

Tak hanya mengungkapkan kesigapannya, dalam kesempatan itu Anies juga mengaku sempat merasa frustasi pada Kementrian Kesehatan yang seolah menghalang-halangi niat dirinya dalam penanganan virus corona.

"Dan ketika jumlahnya terus bertambah, saat itu kami tidak diizinkan untuk melaksanakan tes. Jadi, ketika ada kasus baru, kami mengirim sampel ke laboratorium nasional (pemerintah pusat)," kata Anies dalam wawancara itu. Dikutip dari CNNIndonesia.

Saya agak kurang percaya jika Anies memang telah bergerak cepat dan sigap dalam penanganan virus corona sejak 6 Januari 2020. Maaf saja, kala itu bukankah dia dan jajaran Pemprov DKI Jakarta tengah disibukan dengan penanganan banjir.

Bahkan, banjir yang terjadi di Jakarta kala itu seolah saling susul menyusul hingga penghujung Februari 2020. Namun, terlepas benar tidaknya pengakuan Anies kepada media asing Australia soal penanganan virus corona yang sudah dilakukannya sejak 6 Januari 2020 lalu. 

Saya lebih tertarik dengan pengakuan Anies yang frustasi atas kinerja Kementrian Kesehatan yang dikomandoi oleh Menkes Terawan Agus Putranto.

Dalam hipotesa sederhana saya, rasanya Anies sebenarnya ingin mengatakan atau sedang menyindir kebijakan pemerintah pusat. Sementara Menkes Terawan hanya dijadikan "kambing hitam" dalam hal ini.

Memang tidak dipungkiri, saat virus corona sudah menyebar ke berbagai negara di dunia, bahkan diantaranya sudah menyerang negara di Asia Tenggara seperti Vietnam, Singapura, Malayasia dan Thailand. Menkes Terawan kekeuh dengan sikapnya bahwa virus corona tidak akan menyerang warga Negara Indonesia. Dalihnya, masyarakat di tanah air sudah kebal karena kekuatan doa.

Bahkan saat hasil penelitian Universitas Harvard yang mengatakan bahwa seharusnya sudah masuk ke Indonesia, Terawan malah tidak terima. Dia malah menganggap penelitian tersebut telah meremehkan kemampuan Indonesia dalam penanganan wabah tersebut.

Namun, kenyataannya sudah kita ketahui bersama bahwa virus corona akhirnya menyerang tanah air dan menyebar ke seluruh provinsi yang hingga sekarang belum bisa dihentikan.

Boleh jadi semua itu adalah kekurang tangggapan Terawan dan lemahnya dia dalam membangun manajemen komunikasi publik. Tapi, jangan lupa bahwa Menkes Terawan adalah bagian tak terpisahkan dari kebijakan pemerintah pusat.

Jadi, saat Anies Baswedan mengaku frustasi. Dalam pandangan penulis tentu saja bukan hanya dialamatkan terhadap Terawan. Dia hanya dijadikan Anies sebagai media antara menyerang kebijakan pemerintah pusat.

Dan, realitanya memang bukan hanya Menkes Terawan yang lamban dalam mengantisifasi pandemi covid-19. Pemerintah pusat pun setali tiga uang.

Tengok saja, pada pertengahan bulan Februari, pemerintah pusat bukannya mengantisipasi akan "kedatangan" wabah virus ke Indonesia. Malah sebaliknya gencar mempromosikan sektor pariwisata dan menarik turis baik asing maupun domestik sebanyak-banyaknya. Jelas, jika dilihat sekarang, kebijakan pemerintah pusat tersebut merupakan blunder.

Pun, saat kasus pertama dan kedua ditemukan pada awal Maret. Pemerintah Pusat masih juga tidak bergerak cepat. Presiden Jokowi dan jajarannya masih terkesan lamban. Salah satunya masih menutup-nutupi informasi terkait kasus virus corona.

Sedangkan, yang disebut aksi nyatanya adalah hanya menggandeng Badan Intelejen Negara (BIN) dalam penanganan virus asal Wuhan, China dimaksud. Itupun hanya melalui operasi senyap.

Baru, setelah kasus positif terus meningkat, pemerintah menunjukan gerak cepatnya. Namun, tentu saja hal tersebut sudah terlambat. Karena covid-19 sudah menyebar dan meluas kemana-mana.

Jadi dalam hal ini, masifnya penyebaran virus corona bukan hanya semata-mata kesalahan Menkes Terawan. Melainkan kolektif bersama pemerintah pusat.

Sementara di lain pihak, Anies Baswedan memang tak dipungkiri sebagai sosok pemimpin yang cukup tanggap dalam penanganan pandemi covid-19 ini dan hasilnya cukup mendapatkan apresiasi banyak pihak. Dia dianggap lebih tanggap dan sigap dibanding dengan pemerintah pusat.

Simbol Perlawanan

Sayangnya gerak cepat Anies dalam penanganan virus corona itu seolah tidak ikhlas alias pamrih. Tak jarang momentum gerak cepatnya ini justru dijadikan "senjata" oleh dirinya untuk menyalahkan kebijakan pusat yang lamban.
 
Hal inilah yang yang kemudian di politisasi oleh para pendukungnya, (pihak-pihak yang kontra pemerintah Jokowi) bahwa Anies Baswedan adalah sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan pemerintah pusat.

Anies seolah memiliki caranya sendiri dalam menangani virus corona.  Dia selalu merasa dirinya paling cekatan dan paling mumpuni, jika penanganannya terlihat kedodoran ia dengan sigap akan mencari pihak untuk disalahkan.

Baiklah, Anies memang dianggap paling cekatan dalam penanganan dan pencegahan virua corona. Namun, jikapun demikian bukan berarti dia bebas mengungkapkan kelemahan pemerintah pemerintah pusat ke sembarang pihak. Apalagi media asing.

Harusnya sebelum bicara, dia lebih dulu memikirkan dampak baik buruknya. Bukankah jika ini diamini oleh kalangan di luar sana akan menjadi preseden buruk bagi negara.

Sejatinya dalam situasi yang sedang sama-sama didera masalah, masing-masing pihak bukan saatnya untuk saling salah-menyalahkan. Melainkan membangun sinergi dan kerjasama agar penyebaran virus corona secepatnya bisa dipatahkan.

Saya kira, kalau Anies berpikir untuk kebaikan bangsa dan negara, tentunya tidak akan sudi mengungkapkan aib pemerintah pusat kepada media asing. Lain halnya, kalau diam-diam dia hanya ingin mencari panggung sendiri. Niat hati menyerang pemerintah pusat dengan Menkes Terawan yang jadi "kambing hitamnya".

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun