Ya, karena sebelum DKI Jakarta menerapkan PSBB, Anies Baswedan selaku Gubernur telah memohon izin terhadap pemerintah pusat untuk menerapkan karantina wilayah. Untung saja akhirnya permohonan tersebut ditolak.
Sebab, jika melihat fakta saat ini, dimana Anies ternyata "angkat tangan" untuk memberikan bantuan terus menerus terhadap 1,1 KPM-nya.
Artinya dalam penerapan PSBB saja yang penerima bantuannya hanya bagi masyarakat yang benar-benar terdampak, Anies sudah harus melepas tanggungjawabnya terhadap pemerintah pusat. Lalu, bagaimana dia bisa menjamin kebutuhan dasar masyarakatnya jika harus diberlakukan karantina wilayah.
Sebab, sesuai regulasi, karantina wilayah mewajibkan pemerintah menanggung sepenuhnya kebutuhan warga masyarakat tanpa kecuali. Tentu saja hal ini akan membuat Anies Baswedan jauh lebih kewalahan.
Penulis jadi berpikir, jangan-jangan permohonan Anies atas Karantina wilayah bukan berdasarkan perhitungan yang matang. Perhitutangan di sini tentu saja tentang kekuatan anggarannya.
Tapi, permohonan Anies tentang karantina wilayah hanyalah aka-akalan dia untuk mendapat simpati masyarakat. Sebab, kala itu cukup banyak desakan masyarakat terhadap pemerintah pusat untuk secepatnya menerapkan lockdown.
Dalam hal ini, Anies berusaha memanfaatkan momentum tersebut untuk kepentingan politiknya.
Anies Pernah Tagih Dana Bagi Hasil
Guna menutupi kebutuhan Pemprov DKI Jakarta dalam penanganan Covid-19, Anies Baswedan pernah menagih pada pemerintah pusat tentang dana bagi hasil (DBH) yang jumlahnya mencapai Rp. 5,1 triliun.
Namun tagihan tersebut belum bisa dikabulkan sepenuhnya, karena masih harus menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kami berharap itu berharap dicairkan. Jadi tantangan di Jakarta bukan pada anggaran tapi pada cash flow. Kalau dicairkan kami punya keleluasaan secara cash flow," kata Anies, beberapa waktu lalu. Dikutip dari Kompas com.