AKIBAT mewabahnya pandemi virus corona atau covid-19, telah memaksa pemerintah untuk mengeluarkan aturan cukup tegas terhadap seluruh warga masyatakat di tanah air, yaitu berupa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
PSBB itu sendiri adalah sebagai salah satu bentuk upaya pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang bermula dari Wuhan, China agar jangan sampai terus bergerak liar dan menyebar makin luas.
Karena pada prinsipnya PSBB itu merupakan aturan yang menekankan pada warga masyarakat untuk membatasi segala aktivitasnya. Caranya adalah dengan senantiasa melakukan physical distancing atau menjaga jarak fisik, social distancing atau mengurangi interaksi sosial dan mengharapkan masyarakat untuk belajar, beribadah dan bekerja di rumah alias work from home.
Sekilas, aturan PSBB ini cukup mudah untuk dilakukan. Namun, dampaknya sangat luar biasa merugikan banyak pihak. Karena dengan harus selalu menjaga jarak fisik, mengurangi interaksi sosial di luar rumah serta untuk tetap berada di rumah selama pemberlakuan PSBB telah berimbas pada kesulitan ekonomi. Terutama bagi masyarakat kecil yang bekerja pada sektor informal.
Sebut saja, tukang ojek online yang biasanya sudah tidak bisa lagi mengangkut penumpang sebagaimana biasanya. Pun dengan sopir angkutan umum. Terus lagi, para pedagang-pedagang kecil juga tak bisa lagi menjual barang dagangannya seperti biasa, karena adanya aturan jaga jarak fisik atau physical distancing atau interaksi sosial dengan jumlah banyak atau social distancing.
Tak hanya sektor informal, adanya aturan PSBB juga tak urung membuat beberapa perusahaan harus memutus hubungan kerja dengan karyawannya.
Sehingga dengan demikian, otomatis menjadikan pendapatan masyarakat (kecil) semakin tak menentu bahkan hilang sama sekali. Untuk itu, untuk mem-back up kebutuhan masyarakat tersebut dibutuhkan campur tangan pemerintah.
Nah, sebagai konpensasinya, pemerintah pun baik pusat maupun daerah tidak berpangku tangan. Mereka harus memastikan jaminan hidup bagi warganya. Dalam hal ini pemerintah diwajibkan mampu memenuhi kebutuhan dasar.
Sejauh ini, meski belum sempurna benar, memang tak dipungkiri sudah ada pos-pos bantuan yang didistribusikan terhadap masyarakat. Baik itu dari pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Hanya saja, kekuatan anggaran untuk bantuan terhadap masyarakat yang terdampak oleh COVID-19 ini terbatas. Terutama bagi pemerintah daerah.
Salah satu daerah yang sudah kerepotan mengadakan alokasi dana untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak covid-19 adalah DKI Jakarta. Jumlah keluarga calon penerima manfaat di Ibu Kota ini mencapai 1,1 juta.
Karena merasa tak mampu lagi memberikan bantuan tehadap sejumlah keluarga penerima manfaat (KPM) tersebut di atas, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan melepas tanggungjawabnya kepada pemerintah pusat. Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.