JAGAT hiburan khususnya dunia musik tanah air kembali harus berduka, setelah maestro musik yang meroket dengan lagu yang berjudul Stasiun Balapan, Didi Kempot, Selasa (5/5/2020) harus berpulang ke Rahmatullah. Sebelumnya, musisi asal tanah Maluku, Glend Fredly juga meninggalkan kita semua untuk selama-lamanya pada bulan April lalu.
Pria yang memiliki nama asli Dionisius Prasetyo ini menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo.
Meninggalnya Didi Kempot sontak membuat kaget sobat ambyar. Sebab, sebelumnya tidak ada kabar apapun darinya yang menyatakan kesehatannya kurang baik alias sakit. Namun umur seseorang siapa tahu, tak ada seorangpun di dunia ini yang mampu menolak takdirNya. Didi Kempot, meninggal pada Selasa pagi, pukul 07.45 WIB.
Dikutip dari tribunnews.com, kakak kandung Didi Kempot, Lilik, menyatakan bahwa penyebab kematian adiknya diduga kuat akibat kelelahan karena banyak kegiatan.
Lilik menyebut selama ini Didi Kempot tidak pernah mengeluhkan sakit. Karena memang sepengetahuannya, Didi tak memiliki riwayat penyakit apapun.
"Kalau saya prediksi ya begitu mbak, kecapekan. Dia enggak bilang kalau ngomong sakit. Enggak ada (riwayat penyakit) mbak," ujar Lilik
Terlepas dari apapun penyebabnya, yang pasti masyarakat penggemar musik khususnya musik-musik campursari pasti akan merasa kehilangan. Dan, sudah pasti sobat ambyar pun berduka.
Meski kurang begitu menyukai musik-musik campur sari. Bagi penulis, Didi Kempot tidak hanya sekedar pelantun lagu cucak rowo, melainkan seorang musisi langka.
Kenapa?
Ya di tengah-tengah persaingan industri musik tanah air yang cenderung lebih mengutamakan lagu-lagu komersil seperti lagu-lagu pop. Didi Kempot tidak pernah terjebak. Dia tetap konsisten dengan genre musiknya, yakni campur sari.
Penulis kira, bukan karena Didi Kempot tidak menguasai aliran musik lainnya yang lebih bisa diterima oleh masyarakat luas. Pastinya, Didi lebih dari mampu jika memang menginginkannya.
Namun, dalam kacamata penulis, musik bagi Didi Kempot bukan sekedar untuk mencari kehidupan. Tapi, musik bagi dirinya adalah sebagai media untuk mempromosikan atau mengenalkan budaya daerah kepada masyarakat luas.
Terbukti, dia tetap bertahan dengan lagu-lagu campur sari sebagai represntasi lagu-lagu daerah, yakni Jawa.Â
Bukti lain yang menguatkan bahwa Didi sangat mencintai dan menghargai budaya daerahnya, yaitu dalam setiap pementasan dimanapun, Didi selalu konsisten dengan penampilan dan pakaian adat jawa. Yaitu selalu mengenakan blankon dan Jawi Jangkep.
Tentu saja, dengan lagu-lagu campur sari yang dinyanyikan beserta pakain adat jawa yang selalu dikenakannya, membuktikan bahwa Didi sangat menjungjung tinggi nilai-nilai budaya daerahnya.
Dan, ini tentu saja tidak bisa dilakukan oleh sembarang musisi. Hanya mereka yang memiliki rasa cinta dan rasa ingin memajukan budaya daerahnya saja yang bisa melakukan itu semua. Contohnya, Didi Kempot. Karenanya penulis berani mengatakan bahwa Didi Kempot adalah manusia dan musisi langka.
Jika boleh membandingkan, rasa cinta terhadap musik dan budaya daerah. Dalam pandangan penulis, Didi Kempot hanya bisa disandingkan dengan musisi asal Pasundan, Hendarso.
Sama halnya seperti Didi Kempot. Hendarso (almarhum) adalah musisi atau penyanyi yang konsisten melantunkan lagu-lagu daerah. Dalam hal ini lagu pop sunda. Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini juga tidak pernah tergiur untuk masuk ke industri musik lainnya.
Pun dengan pakaian-pakaian yang Hendarso kenakan setiap pentas, selalu tak lepas dengan kain sarung yang dia selempangkan di tubuhnya serta ikat kepala khas sunda.
Lagi-lagi, penulis melihatnya, dalam bermusik, Hendarso tidak sekedar ingin memberikan hiburan semata tapi sekaligus ingin memperkenalkan budaya daerahnya, khususnya sunda ke masyarakat luas.
Jadi jika boleh disimpulkan, kedua musisi tersebut di atas (Didi Kempot dan Hendarso) dalam pandangan penulis adalah musisi yang sangat jarang ditemukan di tanah air. Tentu saja bukan karena skill menyanyinya. Tapi, lebih kepada kecintaannya pada musik dan budaya daerah yang sangat tinggi.
Dalam hal ini, Didi Kempot dan Hendarso meski menyanyikan lagu dan pakaian yang berbeda budaya dalam setiap pementasannya, tapi memikiki satu gaya dan irama yang sama. Yakni mengepankan budaya daerah sebagai tujuan hidupnya dalam bermusik.
Tentu saja prilaku dua maestro musik ini patut diteladani oleh musisi-musii muda saat ini. Meski memainkan musik atau lagu-lagu daerah, jika dimainkan dengan segenap hati pastinya akan mendapatkan tempat yang layak di hati penggemar atau masyarakat luas.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H