Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Mudik, Pulang Kampung, dan Senjata Makan Tuan

25 April 2020   12:15 Diperbarui: 25 April 2020   12:20 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BEBERAPA waktu terakhir, publik tanah air cukup terganggu dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang arti kata mudik dan pulang kampung itu berbeda.

Pernyataan orang nomor satu di republik ini disampaikan saat sedang melakukan wawancara dengan salah seorang presenter kondang, Najwa Sihab dalam acara Mata Najwa, yang tayang di Trans7, setiap rabu malam.

Boleh jadi, pernyataan ini tidak akan berpengaruh banyak jika sebelumnya Presiden Jokowi tidak mengumumkan adanya larangan mudik menjelang hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah. 

Lantas menjadi sedikit gaduh setelah akhirnya larangan itu tidak berlaku bagi masyarakat yang hendak pulang kampung.

Sontak, pernyataan Jokowi ini menjadi perbincangan menarik masyarakat, khususnya di media sosial. Mayoritas warganet beragumentasi dan berpendapat bahwa mudik dan pulang kampung itu tak ada bedanya. Dengan kata lain, pernyataan Jokowi dianggap dagelan dan menjadi bahan cibiran publik.

Namun, akhirnya hal ini bisa dipahami. Maksud Presiden Jokowi tentang bedanya mudik dan pulang kampung tersebut hanya berlaku di masa pandemi covid-19.

Dalam hal ini, pulang kampung adalah kembalinya masyarakat dari kota tempatnya merantau ke kampung halamannya disebabkan faktor ekonomi. Mengingat, di kota sudah tidak ada lagi yang bisa dikerjakan.

Sehingga imbasnya adalah tidak mampu menghasilkan pendapatan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Semua itu diakibatkan mewabahnya virus corona.

Pulang kampung versi pandemi boleh jadi diartikan sebagai individu yang kembali ke daerah asalnya dengan waktu yang cukup lama atau bahkan mungkin untuk selamanya.

Sementara mudik, pada prinsipnya sama kegiatan menuju kampung halaman atau daerah asal. Hanya saja dalam hal ini, mudik lebih identik dengan kultur atau kebiasaan masyarakat Indonesia menjelang hari-hari besar keagamaan. Khususnya hari raya Idul Fitri.

Dengan kata lain, mudik adalah aktivitas masyarakat kembali kembali ke kampung halaman, bukan karena di kota tidak mempunyai penghasilan. Melainkan hanya ingin bersilaturahmi dengan sanak saudaranya di kampung. Setelah itu balik lagi ke kota untuk menjalani rutinitas seperti biasanya.

Jadi, rasanya definisi perbedaan mudik dengan pulang kampung khusus di masa pandemi versi Presiden Jokowi cukup bisa diterima dan tak usah lagi diperdebatkan.

Bagi penulis bukan masalah mudik dan pulang kampung yang perlu perdebatkan. Tapi, yang harus dipermasalahkan adalah tentang pulang kampung versi Presiden Jokowi, tidak dilarang.

Dalam pandangan penulis, apabila pulang kampung ini dibiarkan pemerintah, maka potensi penyebaran virus corona di daerah masih cukup besar. 

Artinya, kebijakan tersebut harus ditinjau ulang, jangan sampai kedepannya terjadi lagi polemik akibat kebijakan yang diambil hari ini.

Menunggu Alasan Jokowi

Seperti telah disinggung pada bahasan di atas, untuk mudik tahun ini larang keras oleh Presiden Jokowi. Hal ini maksudnya agar tidak terjadi lagi penyebaran virus corona lebih masif di daerah. Larangan mudik itu sendiri berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali.

Pertanyaannya, bagaimana dengan Presiden Jokowi sendiri?

Seperti diketahui, Presiden Jokowi adalah merupakan orang Solo. Dalam hal ini, jika dia mudik ke kota asalnya, berarti telah melanggar aturan yang telah dibuatnya sendiri.

Kita lihat saja apakah Presiden Jokowi akan patuh pada aturan yang dibuatnya atau malah dia justru menabraknya demi kepentingan pribadi dan keluarganya.

Jika ini terjadi, jelas tidak adil. Bukankah di mata hukum semua warga negara memiliki kedudukan yang sama. Tapi, jika Presiden Jokowi menurut atas aturan larangan mudik, berarti dia telah memberikan contoh yang baik bahwa dia sendiri pun bisa dan memaksakan diri untuk tidak mudik.

Namun, dengan demikian, Presiden terjebak oleh aturan yang dibuatnya sendiri alias senjata makan tuan. Jika dia mudik? Alasan apa yang bakal dijelaskan terhadap warga masyarakat, nanti.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun