Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Entengnya Bicara Luhut tentang Nilai Nyawa WNI Akibat Covid-19

15 April 2020   00:24 Diperbarui: 15 April 2020   01:06 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

LAGI-lagi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan (LBP) membuat pernyataan yang memaksa penulis harus mengernyitkan dahi.

Pejabat pemerintah yang biasa dipangil opung ini dengan entengnya menyebut bahwa jumlah kematian warga negara Indonesia yang diakibatkan oleh pandemi virus corona atau covid-19 belum menyentuh angka 500 jiwa.

Hal ini dianggapnya jauh lebih sedikit dibanding dengan jumlah populasi penduduk tanah air yang mencapai 270 juta jiwa.

"Buat saya juga jadi tanda tanya sih, kenapa jumlah meninggal sampai hari ini, maaf sekali lagi, itu kita angkanya enggak sampai 500 padahal penduduk kita ini kan 270 juta, infected 4.000-an lebih katakan kali sepuluh 50.000," kata Luhut saat konferensi pers secara virtual, Selasa (14/4). Dikutip dari Kumparan.com.

Dalam kesempatan yang sama, Luhut membandingkan jumlah korban meninggal di Indonesia dengan di Amerika Serikat. Menurutnya, di Amerika Serikat korban meninggal lebih banyak meski perbandingan penduduk dengan Indonesia memang berbeda.

"Lah Amerika yang bedanya lebih besar dari kita. Beda penduduk 60 jutaan itu yang meninggal 22.000, yang infected itu hampir 500 ribu. Oke lah kita mungkin kurang testing kit-nya tapi saya bilang tadi sudah dikali jadi 50.000," ujar Luhut.

Namun, Luhut memastikan pemerintah terus berupaya mengatasi pandemi corona di Indonesia secara hati-hati, cermat dan tidak mau grusa-grusu atau gegabah. Ia memastikan pemerintah terus mengkaji segala langkah yang akan diambil.

Dari apa yang diungkapkan Luhut, ada dua hal yang membuat penulis tidak habis pikir. Kenapa pejabat sekelas dia masih sangat kurang elok dalam cara berkomunikasi terhadap publik.

Pertama, Luhut seolah menganggap jumlah kematian adalah hitungan matematis sehingga diukur dengan rasio. Menurut penulis, jelas apa yang diutarakannya ini tidak bisa diterima.

Bukan perkara hanya atau sedikitnya jumlah angka kematian. Ini tentang nyawa manusia, yang satu lembar nyawapun seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melindunginya.

Tapi, dalam hal ini Luhut menilai bahwa angka kematian warga negara Indonesia yang belum mencapai 500 jiwa dianggapnya sebuah prestasi jika dibanding dengan Negara Amerika Serikat.

Padahal, kalau memang mau membandingkan dengan negara lain, kenapa Luhut tidak mencontoh Vietnam? Negara ini sukses menekan angka kasus positif dan nol persen kematian.

Kedua, menurut penulis adalah tentang gaya komunikasi dirinya yang masih belum bisa luwes. Dalam hal ini boleh jadi Luhut tidak bermaksud menyepelekan tentang jumlah kasus kematian akibat virus corona di tanah air.

Sebenarnya, dia ingin mengutarakan pada publik bahwa pemerintah tidak tinggal diam dengan adanya wabah virus corona ini. 

Terbukti, meski jumlah penduduk kita mencapai 270 juta, namun berkat kesigapan dan keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi virus asal Wuhan ini, jumlah kasusnya bisa ditekan. Pun dengan jumlah angka kematiannya.

Namun, lagi-lagi karena gaya komunikasi publik yang masih lemah ini menjadikan apa yang diutarakan Luhut menuai kontoversi dan multi tafsir. Sehingga pada akhirnya hanya memantik kegaduhan demi kegaduhan.

Sebelumnya, pemberitaan media massa tentang Luhut juga cukup heboh sekaligus membuat bingung publik, khususnya para pengemudi ojek online.

Dalam hal ini tiba-tiba Luhut yang juga Pejabat Ad Interim Menteri Perhubungan (Menhub) menerbitkan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020.

Salah satu bunyi dari peraturan ini adalah memperbolehkan pengemudi ojol mengangkut penumpang di saat DKI Jakarta tengah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Padahal, untuk PSBB sendiri yang dibuatkan pedomannya lewat Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 dan dipertegas dengan turunannya lewat Pergub Nomor 33 Tahun 2020 justru menyatakan sebaliknya.

Dalam hal ini, Permenkes 9/20 dan Pergub 33/20 jelas menegaskan bahwa ojol hanya diperbolehkan mengangkut barang.  Hal ini sebagai upaya penerapan physical distancing atau pembatasan jaga jarak.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun