Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lagi, Luhut "Telikung" Anies Baswedan

12 April 2020   23:48 Diperbarui: 12 April 2020   23:47 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LAGI dan lagi, perbedaan pendapat pandangan terjadi dalam tubuh pemerintahan negeri ini dalam hal penanganan pandemi virus corona atau Covid-19.

Setelah sebelumnya, perbedaan pandangan kerap terjadi antara pemerintah pusat dengan daerah. Sebut saja, saat pemerintah pusat menyuarakan agar daerah tidak memberlakukan lickdown dalam hal memutus rantai penularan virus corona, Walikota Tegal justru bertindak sebaliknya.

Lockdown atau karantina wilayah tetap diterapkan oleh Pemerintah Daerah yang ada di Provinsi Jawa tengah tersebut. Meski akhirnya hanya bertahan tiga hari.

Tak hanya dengan Kota Tegal. Pemerintah pusat kerap bersebrangan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Meski dalam kasus ini, nuansa politiknya cukup kental.

Sama halnya dengan Kota Tegal, Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta semapat memohon agar dizinkan untuk menerapkan karantina wilayah. Hasilnya gagal total, permohonan Anies ini ditolak.

Akhirnya pemerintah menyerukam pada kepala daerah di seluruh tanah air untuk satu komando dengan apa yang telah ditetapkan pemerintah pusat. 

Dalam hal ini, solusi yang disodorkan pemerintah pusat dalam menekan dan memutus rantai penyebaran virus corona adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Peraturan PSBB yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dalam Rangka Percepatan Penanganan Infeksi Virus Corona (Covid-19) ini sendiri telah ditetapkan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada penghujung bulan Maret 2020.

Untuk kemudian PP tentang PSBB ini dibuatkan pedomannya oleh Kementerian Kesehatan, yang akhirnya tertuang dalam Permenkes Nomor 9/20.

Meski tidak secara spesipik, salah satu butir pasal dalam Permenkes No 9/20 tersebut menjelaskan bahwa keberadaan angkutan umum dibatasi.

Hal ini hampir serupa dengan bunyi Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB yang diterbitkan Anies setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Kesehatan. Yakni terdapat poin larangan bagi kendaraan roda dua untuk mengangkut penumpang, terkecuali barang.  

Artinya, dalam hal ini Anies Baswedan "patuh" dengan pedoman Permenkes Nomor 9/20. Meski sebelumnya dia pernah meminta pengecualian, agar ojol tetap diperbolehkan membawa penumpang. 

Namun tidak disepakati. Sebab tidak selaras dengan physical distancing seperti yang selama ini digaungkan pemerintah.

Entah bagaimana ceritanya seperti dilansir detikcom, tiba-tiba pejabat Ad Interim  Menteri Perhubungan (Menhub) Luhut Binsar Panjaitan justru mengeluarkan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yang memperbolehkan ojek berbasis aplikasi atau ojek online (ojol) mengangkut penumpang.

Tentu saja jika dicermati Permenhub ini bertolak belakang dengan Permenkes juga Pergub DKI Jakarta yang ditandatangani Anies Baswedan.

Permenhub yang diterbitkan Luhut boleh jadi berpotensi menggagalkan tujuan PSBB itu sendiri. Khsusnya tentang physical distancing.

Betapa tidak, dengan diperbolehkannya mengangkut penumpang, secara otomatis jaga jarak yang diinginkan oleh pemerintah melalui Permenkes maupun Pergub hanyalah mimpi siang bolong. 

Sebab bagaimana bisa antara driver ojol dengan penumpangnya harus menjaga jarak 1-2 meter

Terlepas dari itu, ada hal menarik yang penulis cermati. Yakni tentang keberadaan Anies yang selalu di over lap atau di salip Luhut. Setidaknya sudah dua kali kebijakan Anies dimentahkan Luhut selama menjabat ad interim Menhub.

Pertama saat Dinas perhubungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melarang atau menyetop operasional bus antar kota jurusan Jakarta. Hal itu dilakukan untuk menekan peningkatan kasus positif corona ke luar wilayah ibu kota.

Namun Kebijakan larangan bus antar kota antar provinsi (AKAP) dari dan ke Jakarta itu dibatalkan Luhut. Dalihnnya masih mengkaji dampak ekonominya.

Kedua, saat Anies memohon pengecualian terkait ojol agar diperbolehkan mengangkut penumpang ditolak dan dia pun menurut dengan ditandatanganinya Pergub 33/20 yang diselaraskan dengan Permenkes Nomor 9/20.

Tapi, kembali, Luhut menelikungnya dengan memperbolehkan ojol mengangkut penumpang sebagaimana diatur dalam Permenhub No 18/20.

Penulis jadi berpikir ada apa dengan para pemimpin negeri ini? Mengutak-atik aturan semudah membalikan telapak tangan. Tolong, rakyat sudah bingung memikirkan nasib selama wabah virus corona. Jadi, jangan dibuat lebih bingung lagi.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun