JIKA ada survei tentang siapa kepala daerah yang menjadi media darling selama mewabahnya pandemi virus coroma atau COVID-19 di tanah air. Kira-kira siapa yang akan muncul pada rating paling atas?
Tidak ada maksud untuk mendahului jawaban survei, rasanya nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan layak dikedepankan. Pasalnya, hampir setiap hari mantan Pendidikan dan Kebudayaan ini menghiasi media massa nasional, baik cetak maupun online.
Bagaimana setuju?
Pastinya itu dikembalikan pada diri kita masing-masing. Namun, memang tak dipungkiri semenjak wabah virus corona menyebar di tanah air, Anies adalah kepala daerah yang paling banyak menjadi sorotan.Â
Tidak hanya oleh media, tetapi oleh sejumlah kalangan masyarakat, baik pro atau kontra. Bahkan, dari pihak pemerintah pusat.
Anies sempat mendapatkan panggung politiknya setelah sebelumnya sempat tenggelam gara-gara kebijakannya tentang penanganan banjir Jakarta menuai cibiran dan kritikan pedas oleh hampir seluruh elemen masyarakat.
Tapi, siapa sangka nama Anies Baswedan tiba-tiba kembali meroket dan mendapat puja-puji. Hal ini tak lepas dari kebijakannya tentang penanganan virus corona dianggap lebih pro rakyat dibanding pemerintah pusat yang justru sebaliknya dianggap lamban dan menutup diri.
Lalu, apa yang dilakukan Anies sampai mendapat pujian dan sanjungan dan apresiaai dari pihak-pihak yang sebenarnya pendukung Presisen Joko Widodo (Jokowi) sebagai refresentasi pemerintah pusat?
Pada awal-awal ditemukannya kasus di tanah air, Anies langsung melakukan langkah-langkah antisipasi dengan cara membuka akses informasi publik tentang segala hal yang berhubungan dengan virus corona.
Dia menerbitkan situs Corona.jakarta.go.id. Situs ini bisa diakses oleh masyarakat yang membutuhkan informasi, baik itu jumlah kasus, sebaran wilayah kasus, hingga dan data-data lainnya.
Hal ini justru bersebrangan dengan kebijakan pemerintah yang kala itu justru enggan memberikan informasi seluas-luasnya tentang virus corona. Bahkan, pemerintah pusat lebih cenderung memilih operasi senyap dengan menggandeng Badan Intelejen Negara (BIN).
Anies Baswedan makin mendapatkan pujian dan pujian luar biasa dari masyarakat. Bahkan, tak ketinggalan Presiden Jokowi pun turut mengapresiasinya, saat dia mengambil langkah tegas dengan menutup tempat pariwisata dan meliburkan kegiatan belajar mengajar di sekolah.Â
Semua itu dilakukan sebagai upaya dirinya guna mencegah penularan virus corona lebih masif.
Saat Anies sarat dengan apresiasi dan puja-puji bakan sebagian pendukungnya ada yang "nakal" dengan mengaitkannya dengan kepentingan Pilpres 2024, pihak pemerintah pusat dan Presiden Jokowi justru mendapatkan perlakuan berbeda.
Lagi, pemerintah dianggap lamban dan tidak tanggap terhadap nasib masyarakat yang tengah dihantui rasa khawatir tentang penyebaran virus corona yang semakin masif. Tak pelak, hal tersebut membuat pihak istana gerah.
Akhirnya, pemerintah pusat seolah tidak ingin ketinggalan dengan langkah-langkah yang telah dibuat Anies Baswedan. Presiden Jokowi memerintahkan terhadap seluruh daerah di tanah air untuk meliburkan sekolah, menutup tempat-tempat pariwisata dan tempat lain yang sekiranya mengundang keramaian.
Presiden Jokowi juga meminta seluruh lembaga perkantoran untuk bekerja di rumah. Untuk kemudian langkah pemerintah pusat ini dikenal dengan istilah social distancing dan work from home.
Tak hanya itu, Pemerintah pusat pun membuat gugus tugas penanganan virus corona yang diketuai Kepala BNPB, Doni Munardo.
Sayang, saat pemerintah telah memperlihatkan upayanya dalam hal penanganan dan pencegahan virus, Anies justru membuat blunder.
Kebijakannya soal pembatasan operasional transportasi umum dan untuk mencegah penyebaran virus corona berujung ambyar.Â
Alih-alih bisa mengurangi kerumunan, yang terjadi justru sebaliknya. Terjadi antrean panjang calon penumpang, sehingga berpotensi terjadinya risiko penularan virus.
Tak pelak, kebijakan blunder Anies ini menuai banyak kritik. Bahkan, Presiden Jokowi yang sebelumnya mengapresiasi, berbalik jadi mengkoreksi atas kebijakannya yang satu ini. Anies yang sudah berada di atas awan, harus kembali berpijak di bumi.
Sejak itu, seolah terjadi persaingan terselubung antara Anies Baswedan dengan Pemerintah Pusat atau Presiden Jokowi. Mereka seolah terus berebut pengaruh dan kepercayaan publik tentang penanganan virus corona.
Permohonan karantina wilayah Anies ditolak
Upaya pemerintah pusat dan Presiden Jokowi dalam penanganan dan memutus rantai penyebaran virus corona di tanah air lewat himbauan social distancing dan work from home terus mendapat kritikan sebab dinilai tidak efektif.
Pasalnya, hal ini dibuktikan dengan semakin terus bertambahnya jumlah kasus positif dan angka kematian yang diakibatkan virus asal Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China ini.
Akibatnya desakan untuk segera diberlakukan lockdown pun kembali gencar terjadi mengarah pada Presiden Jokowi. Bahkan, sebagian kepala daerah wilayah "main politik" sendiri untuk melockdown wilayahnya, sebut saja Kota Tegal.
Lalu Anies?
Sudah barang tentu, Anies pun sangat menginginkan adanya karantina wilayah di daerah kekuasaannya. Terlebih di Jakarta penyebaran pandemi virus corona sangat masif dan menjadi episentrum COVID-19 di tanah air.
Entah berapa kali dia mendesak pemerintah pusat segera memberikan keleluasaan terhadap dirinya dalam hal penanganan virus corona. Bahkan, Anies juga sempat mengirimkan surat permohonan karantina wilayah, tapi kemudian ditolak.
Pastinya, tindakan Anies yang selalu mendesak itu berpotensi menciptaian citra negatif masyarakat. Â Dari kacamata politik, bisa jadi timbul kesan bahwa pemerintah pusat tidak seresponsif Anies dalam penanganan virus corona.
Sepertinya pemerintah mencium gelagat itu dan permintaan Anies ditolak. Justru dalam hal ini pemerintah mengeluarkan jurus baru yang diberi nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kembali, setelah Presiden Jokowi menegaskan tidak ada lockdown atau karantina wilayah dan digantikan dengan PSBB, kembali Anies pun mendesak agar aturan tersebut secepatnya dirampungkan.
Anies disemprit politisi PDIP
Setelah melalui beberapa proses, akhirnya segala aturan yang menyangkut PSBB pun rampung. Dan permintaan Anies agar PSBB ini segera bisa diberlakukan secepatnya di Jakarta pun, akhirnya terwujud.
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, merekomendasi DKI Jakarta untuk bisa memberlakukan PSBB pada Selasa (7/4/20).
Tapi apa yang terjadi, Anies baru bisa mengeksekusi rekomendasi dari Menkes Terawan ini baru hari ini, Jumat (10/4/20). Artinya ada selisih tiga hari dari sejak diterbitkannya rekomendasi PSBB.
Hal ini rupanya menjadi peluru atau senjata politisi PDI Perjuangan, Gilbert, untuk menyerang dan mengkritik Anies Baswedan.
"Setelah PSBB diputuskan oleh Menkes, ternyata DKI malah melaksanakannya 3 hari kemudian. Kesan lambat ini sangat terasa karena ucapannya yang selalu minta segera," ujar Gilbert dalam keterangan tertulisnya yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (9/4).
Masih dilansir CNNIndonesia, Gilbert menyebut, seharusnya sebelum mengajukan permohonan PSBB, satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di bawah Anies sudah menyiapkan segala hal teknis dengan matang. Namun, realitanya tidak demikian.
"Seharusnya SKPD terkait sudah disiapkan untuk menyikapinya, terutama data penerima bantuan," ujar dia.
Cukup bisa dipahami jika Gilbert bicara seperti itu. Sebagai kader partai pendukung pemerintah, dia seolah punya alasan kuat untuk membuktikan bahwa sebenarnya siapa yang lamban dalam penanganan virus corona.
Dalam bahasa kririkan Gilbert itu, seolah ingin menimbulkan kesan, Anies lah yang lambat. Ia hanya terkesan cepat dalam kata-kata, dalam wacana namun lamban dalam kinerja.
Benarkah begitu?
Anies tidak hanya pikirkan virus, warganya juga penting
Bisa jadi kritikan Gilbert di atas ada benarnya. Tapi kalau kita sikapi dengan jernih, keterlambatan Anies juga bukan tak berdasar.
Diakui Anies, seperti dilansir Rmol.id, keterlambatannya itu karena dia memerlukan waktu untuk sosialisasi kepada warganya agar bisa melakukan persiapan.
"Kita nggak ingin buat aturan yang berdampak pada jutaan orang tapi tanpa persiapan," ungkap Anies, Rabu (8/4/20).
Selain itu, Anies mengungkapkan dipilihnya hari Jumat lantaran bertepatan dengan tanggal merah. Sehingga, kebanyakan masyarakat sedang berada di rumahnya.
"Kalau kita lakukan langsung, yang terjadi adalah kekacauan. Ini termasuk singkat. Di negara lain membutuhkan waktu lebih panjang," tandas Anies.
Dalam hal ini, bisa dinilai bahwa Anies Bawedan tidak sekedar memikirkan bagaimana caranya memutus rantai penyebaran virus corona, namun ada hal lebih penting. Yakni, bagaimana nasib warganya selama diberlakukan PSBB.
Dalam hal ini, penulis tidak dalam posisi membela Anies. Tapi, memang sejatinya dalam kebijakan apapun, rakyatlah yang harus diutamakan oleh pemimpinnya.Â
Sementara, jika ada sudut pandang lain tentu saja menjadi hak semua orang. Penulis tidak punya kapasitas untik membenarkan apalagi menyalahkan.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI