Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Berharap, Saat "Goodbye" Corona, Tsunami Resesi Menggila

6 April 2020   20:26 Diperbarui: 6 April 2020   20:38 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Duh, gara-gara korona ripuh kang ayeunamah."

(duh, gara-gara ada virus corona, sekarang repot kang)

PENGAKUAN itu terlontar dari seorang sopir angkutan umum (Angkot), yang kebetulan tengah beristirahat di warung kopi, tak jauh dari tempat tinggal penulis.

Jujur saja, entah sudah berapa puluh kali, keluh kesah atau ungkapan serupa sopir angkot ini penulis dengar. Baik itu dari pedagang asong, pedagang bakso malang, hingga tukang Ojek Online (Ojol) yang dalam beberapa bulan terakhir ini marak di Sumedang, Jawa Barat.

Mendengar hal ini, penulis hanya bisa tersenyum kecut dan tak mampu memberikan solusi apapun. Hanya dalam hati berharap, semua ini cepat berlalu.

Ya, semenjak pandemi virus corona atau covid-19 menyerang tanah air dan pemerintah menerapkan atau lebih tepatnya memberlakukan social distancing dan work from home, untuk kemudian diganti dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kehidupan ekonomi ibarat roda pedati yang sulit berputar karena terperosok pada tanah lubang cukup dalam. Tidak ada tenaga atau energi untuk menggerakan, aktifitas lumpuh.

Artinya, di situasi yang serba sulit ini hampir mayoritas kehilangan pendapatan, sementara kebutuhan dan pengeluaran harus terus berjalan.

Itu yang terjadi pada masyarakat kelas bawah yang masih mengandalkan akrivitas sehari-hari untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagiamana dengan masyarakat kelas menengah?

Penulis rasa masih setali tiga uang. Dengan himbauan social distancing dan work from home, mana ada orang berani keluar untuk berliburan, tempat-tempat rekreasi, penginapan tutup, sebagian pabrik atau perusahaan tutup dan meliburkan ribuan karyawannya. 

Bahkan, di Sumedang kabarnya ada satu perusahaan yang belum bisa menggaji karyawannya, karena hasil produksinya tidak ada yang membeli.

Kendati demikian, penulis sangat yakin bahwa hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan berlaku di seluruh dunia. Khususnya bagi negara-negara terdampak virus covid-19.

Otoritas-otoritas tertinggi di negara masing-masing sudah barang tentu sibuk dan "royal" menggelontorkan hingga ribuan triliunan rupiah untuk memerangi dan memutus rantai penyebaran virus asal Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China ini dan hampir tidak mendengar ada negara yang siap mengeluarkan uang cash untuk ekonomi.

Jika dipikir-pikir dan wabah virus ini makin menggila, boleh jadi situasi yang teejadi saat ini bakal lebih parah dari krisis ekonomi, karena pandemi covid-19 ini akan mampu memaksa semua aktivitas terhenti.

Celakanya hingga saat belum ada seorang ahli pun yang mampu menaksir kapan wabah virus ini akan berakhir. Selama ini yang terjadi hanya sebatas prediksi dengan hitung-hitungan yang masih sarat keraguan.

Jika sudah seperti ini, kemana kita berkeluh kesah dan siapa yang harus dipersalahkan?

Seperti balon yang ditiup sekuatnya dan sudah hampir sampai pada batasnya. Itulah keadaan yang mungkin terjadi sekarang. Kita tentunya tak berharap balon ini meletus.

Artinya, jangan sampai terjadi saat-saat virus corona mengucapkan "goodbye" alias sudah bisa mereda tapi ekonomi malah hancur. Kemungkinan hal ini akan memicu gejolak sosial yang maha dashyat.

Ini sempat terjadi di beberapa negara, otoritas tertinggi mereka gelisah karena warganya sudah mulai menjarah.

Pasalnya, masih untung dulu saat krisis ekonomi masyarakatnya hanya diminta untuk "mengencangkan ikat pinggang". Namun sekarang apa yang harus kencangkan?

Meski begitu, sekali lagi penulis masih sangat berharap bagi negara manapun di dunia, ketika guncangan gempa virus corona mereda, jangan sampai tsunami resesi ekonomi justru menggila.

Untuk Indonesia, mudah-mudahan semua ini bisa diantisipasi. Saat virus corona mereda, bangsa kita masih bisa menonggakan kepala, bahwa kita bisa melawati bencana ini dengan ekonominya tetap merdeka. Semoga

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun