Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menakar "Koki Dapur Istana" Soal Penanganan Covid-19

3 April 2020   15:32 Diperbarui: 3 April 2020   15:30 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PANDEMI virus corona (covid-19) sekarang ini benar-benar telah menjelma menjadi mahluk mengerikan di seluruh dunia.

Sejak awal ditemukan pada bulan Desember 2019 lalu di Wuhan, Provinsi Hubei, China hingga hari ini Jumat (3/4/20) virus corona ini telah mampu menginfeksi satu juta orang lebih dengan diantaranya hampir menyentuh angka 20 ribu jiwa dinyatakan meninggal dunia.

Tak hanya mampu mengancam keselamatan dan kesehatan manusia, virus covid-19 ini juga telah memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan lainnya. Seperti sosial, ekonomi, budaya bahkan agama di berbagai negara belahan dunia termasuk Indonesia.

Sudah menjadi hukum pasti, dimana terjadi masalah atau bencana, di sana pula kita atau siapapun berkewajiban untuk mencarikan solusinya guna mengusir masalah tersebut.

Pun dengan wabah penyebaran virus corona yang sedang dihadapi saat ini. Berbagai negara terus berupaya mencari solusi agar virus sejenis SARS ini bisa secepatnya diberantas agar tidak lagi menginfeksi banyak orang dan menelan korban jiwa.

Indonesia yang juga dihadapkan pada masalah yang sama sepengetahuan penulis, pemerintahnya juga sama tidak tinggal diam. Mereka terus berupaya dan bekerja keras untuk memutus rantai penyebaran virus corona.

Hanya saja, maaf. Apa yang dirasakan penulis, Pemerintah Pusat atau Presiden Jokowi masih tampak ragu dan plin plan dalam hal mengeksekusi aturan atau langkah yang diambilnya.

Hal ini bisa dibuktikan dengan berubah-rubahnya wacana pemerintah dalam mengatasi pandemi covid-19.

Tengok saja, sejak awal Presiden Jokowi dengan tegas menolak dengan banyaknya tuntutan masyarakat tentang pemberlakuan lockdown. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lebih memilih cara-cara social distancing dan work from home.

Namun, belakangan Presiden Jokowi pernah membuka opsi untuk pemberlakukan karantina wilayah. Sayang, tidak lama kemudian membuka lagi kemungkinan adanya aturan darurat sipil.

Begitu banyak ragam pendapat dan suara-suara dari kalangan akademisi ataupun masyarakat, saat wacana darurat sipil ini dilontarkan Presiden Jokowi.

Apa yang terjadi?

Tak lama berselang   akhirnya muncul lagi cara baru yakni berupa pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan dibarengi darurat kesehatan, yang akhirnya dieksekusi pada

Masalahnya, penulis sejujurnya masih khawatir kalau PSBB ini juga tidak bisa berjalan efektif. Sebab, sama halnya dengan himbauan social distancing dan work from home, masih banyak masyarakat yang berkeliaran di luar rumah dan melakukan aktifitasnya seperti biasa.

Apalagi, kemarin, Kamis (2/3/20) Presiden Jokowi memutuskan tidak ada larangan mudik bagi masyarakat perantau yang selama ini tinggal di Jaboditabek. 

Sekali lagi ini menunjukan inkonsistensi pemerintah, lantaran sebelumnya pemerintah telah mewanti-wanti terhadap masyarakat untuk tidak mudik.

Pertanyaannya, apakah putusan yang berubah-ubah ini adalah murni keputusan Presiden Jokowi atau  sebenarnya ada jurus racik khusus di belakangnya?

Kalau benar ada, siapa "koki dapur istana" tersebut dan apa kepentingannya?

Hipotesa sederhana penulis berpandangan, bahwa tentang himbauan atau aturan terkait penanganan virus corona yang seolah plin plan adalah testing the water yang diracik oleh "koki dapur istana". Dalam hal ini, para pembantu presiden.

Kenapa testing the water? Pasalnya, penulis melihat aturan yang diambil pemerintah cenderung bereksperimen dan terus meraba-meraba sambil melihat seperti apa hasilnya. Artinya, jika aturan pertama tidak berhasil, maka dipikirkan lagi aturan baru lainnya dan begitu sererusnya.

Tengok saja, asalnya Presiden Jokowi hanya cukup menggandeng BIN untuk menangani virus corona dengan istilah oprasi senyap. Sadar cara ini tidak berhasil, barulah muncul himbauan social distancing dan work from home. Namun, kembali cara ini tidak berjalan efektif, maka muncul barang baru yaitu PSBB dan darurat kesehatan.

Jika PSBB ini masih sama tidak berjalan efektif dan korban terus meningkat, tidak menutup kemungkinan akan ada lagi aturan baru dan terus seperti itu.

Kenapa ini terjadi?

Jika mengacu pada pernyataan Presiden Jokowi tentang alasannya tidak memilih lockdown dan cenderung menggunakan cara PSBB. Alasan ekonomi adalah yang utama.

Melansir detikcom, Jokowi mengatakan lockdown berbeda dengan kebijakan yang dia ambil, yaitu PSBB. Dia menyebut aktivitas ekonomi masih berjalan dalam kebijakan PSBB.

"Nah ini, kan kita tidak ambil jalan yang itu (lockdown). Kita tetap aktivitas ekonomi ada, tetapi semua masyarakat harus menjaga jarak. Jaga jarak aman paling penting, yang kita sampaikan sejak awal, social distancing, physical distancing, itu paling penting," kata Jokowi saat konferensi pers di Pulau Galang, Kepulauan Riau, Rabu (1/4/2020).

Jika berkaca terhadap apa yang disampaikan Presiden Jokowi, rasanya bentuk perlindungan pemerintah terhadap rakyatnya dari ancaman virus corona benar-benar dikalkulasikan dengan dampak ekonomi.

Masih mending kalau cara yang diambilnya ini berjalan efektif dan bisa memutus rantai penyebaran virus corona, yang ada justru sebaliknya.

Penulis hanya berharap ada ketegasan dan konsistensi dari pemerintah dalam hal penanganan virus corona. Karena masyarakat bukanlah media eksperimen, masyarakat adalah warga negara yang wajib dilindungi.

Namun, jika pemerintah terus gamang dan plin plan, penulis jadi berpikir jangan-jangan pemerintah tengah berupaya lari dari tanggungjawabnya untuk menjamin hidup masyarakat di tengah penyebaran wabah virus corona.

Namun begitu, semoga saja hipotesa sederhana penulis ini salah.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun