Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memahami Jokowi Soal PSBB dan Tak Ada Larangan Mudik

2 April 2020   19:34 Diperbarui: 2 April 2020   20:11 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


MENYADARI himbauan atau anjurannya terkait social distancing dan work from home tidak efektif, mengingat masih sangat banyak masyarakat yang berkekiaran di luar rumah, dengan beragam kepentingannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan mambuat aturan baru.

Aturan baru pada prinsipnya hampir sama dengan social distancing, hanya saja dalam praktiknya dibarengi aturan darurat kesehatan. Aturan dimaksud adalag Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

PSBB yang dibarengi dengan aturan darurat kesehatan diharapkan masyarakat bisa lebih disiplin dan sadar akan pentingnya untuk menjaga jarak sosial atau berdiam diri di rumah. Karena, pada praktiknya PSBB ini akan diikuti sanksi hukum terhadap masyarakat yang dianggap tidak patuh.

Tujuannya satu, yakni memutus rantai penyebaran pandemi virus corona (covid-19) di tanah air, yang semakin hari peningkatannya cukup signifikan.

Tengok saja, hingga hari ini Kamis (2/4/20) menurut rilis data pemerintah yang disampaikan Juru Bicara khusus penanganan virus corona, Achmad Yurianto, jumlah kasus yang sudah terkomfirmasi positif sebanyak 1.790 orang dengan 170 diantaranya meninggal dunia dan 122 orang dinyatakan telah sembuh.

Dengan terus adanya lonjakan jumlah kasus positif virus corona, mengindikasikan bahwa penyebaran dan penularan virus asal Wuhan, Provinsi Hubei, China ini masih kerap terjadi. Alasannya sederhana, bahwa interaksi sosial masih sangat tinggi.

Jujur, awalnya penulis sangat menaruh harapan besar ketika Presiden mengumumkan aturan PSBB, yang dibarengi dengan aturan darurat kesehatan. Apalagi, dalam aturan ini, Presiden atau Pemerintah Pusat juga siap menggelontorkan stimulus untuk jaminan hidup masyarakat terdampak virus corona selama aturan diterapkan.

Hanya saja, penulis jadi mengernyitkan dahi, setelah mendapati bahwa hari ini Kamis (2/4/20) Presiden Jokowi memutuskan tidak ada larangan mudik. Hal itu diusulkan Jokowi untuk menenangkan masyarakat yang berpotensi tak bisa mudik di tengah wabah Covid-19.

"Saya melihat ini untuk mudik ini dalam rangka menenangkan masyarakat. Mungkin alternatif mengganti hari libur nasional di lain hari untuk hari raya. Ini mungkin bisa dibicarakan," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas soal mudik melalui sambungan konferensi video, Kamis (2/4/2020). Dikutip dari Kompas.com.

Dengan tidak adanya larangan mudik, bagaimana PSBB sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus corona bisa berjalan efektif jika masyarakat perantau yang ada di Jakarta dan sekitarnya dibebaskan berkeliaran di luar dan bergerombol.

Ya, bagaimana tidak bergerombol, mayoritas masyarakat Indonesia masih memakai alat transpormasi umum saat mudik. Bukankah ini berpotensi besar terjadinya penularan?

Betul, berbarengan dengan tidak adanya larangan mudik, Pemerintah Pusat dan daerah berkoordinasi untuk memastikan bahwa setiap orang yang mudik secara otomatis dilabeli status orang dalam pantauan (ODP).

Secara teori apa yang dikatakan Presiden Jokowi ataupun Luhut memang sangat mudah untuk diucapkan. Cuma dalam praktiknya, penulis yakin tidak sesederhana itu.

Dengan ribuan masyarakat pemudik menyebu daerah, bukan perkara gampang untuk memantau orang per orangnya. Belum lagi jika fasilitas di daerah tidak mendukung, tentunya hanya akan memperparah keadaan.

Kendati demikian, penulis coba memahami dengan hipotesa sederhana penulis terkait hal ini.

Dari cara Presiden Jokowi menyampaikan kata per katanya terkait tidak adanya larangan mudik yang penulis lihat pada acara kabar petang TV One, sama sekali tidak tampak lugas. Sebaliknya, seperti penuh dengan keragu-raguan.

Dalam hal ini penulis berpikir, dalam hati yang terdalam, Presiden Jokowi sebenarnya tidak ingin hal ini terjadi. Karena, dia meyakini akan resikonya jika terjadi arus mudik.

Namun, kembali apapun yang terjadi negeri ini selalu tidak lepas dari berbagai kepentingan, baik itu politik, ekonomi maupun sosial. Nah, karena adanya dorongan kepentingan inilah, Presiden Jokowi terpaksa mengijikan warganya untuk mudik.

Pertanyaannya, kepentingan mana yang bisa memaksa Presiden Jokowi akhirnya mengijinkan adanya arus mudik?

Inilah yang sulit dijawab. Sebab kalau kepentingan politik, rasanya kecil kemungkinan. Presiden Jokowi sudah tidak akan lagi mencalonkan diri pada Pilpres mendatang.

Tekanan dari politisi di partai koalisi rasanya juga mustahil, sebab apa kepentingannya dengan urusan mudik ini.

Dalam pandangan penulis,  hal yang paling memungkinkan hanyalah kepentingan ekonomi dan keamanan. 

Kenapa?

Jika pemerintah melarang mudik, sudah bisa dipastikan kegiatan ekonomi baik di pusat maupun daerah akan turun drastis. Bagaimanapun, di saat-saat lebaran patut diakui bahwa transaksi keuangan atau ekonomi lebih banyak dilakukan oleh para pemudik.

Disamping itu, jika larangan mudik ditegakan, berapa banyak alat transpormasi umum yang kelimpungan karena sepi penumpang dan akhirnya merugi. Nah, jika ini terjadi, ujung-ujungnya pemerintah yang akan disalahkan.

Terus hal yang memungkinkan lainnya menurut hipotesa penulis adalah tentang aspek keamanan. Maksudnya adalah, jika pemerintah "memaksa" para perantau untuk tetap di tempat alias tidak mudik, boleh jadi akan terjadi krisis sosial.

Ya, tidak bisa dipungkiri bahwa adat dan budaya rakyat Indonesia, mudik lebaran adalah sakral. Dimana mereka bisa berkumpul, bercengkrama dan berbagi suka duka bersama keluarga, kerabat atau sahabat di kampung halaman.

Maka, andai ada larangan mudik, boleh jadi terjadi gesekan-gesekan antara masyarakat dengan pemerintah yang akhirnya memicu kekacauan.

Coba tengok apa yang terjadi di India! Karena adanya larangan keras dari pemerintah berupa aturan lockdown, namun di saat rakyatnya bersikeras untuk keluar dari wilayah "tidak nyamannya" yang terjadi adalah kekacauan. Untung saja tidak sampai terjadi tindakan anarkis berlebihan.

Nah, itulah hipotesa sederhana penulis tentang alasan kenapa akhirnya Presiden Jokowi mengijinkan masyarakatnya untuk mudik.

Beresiko itu pasti, tapi mudah-mudahan saja Pemerintah Pusat dan turunannya, Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/kota bisa mengantisifasinya dengan baik.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun