Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Duh, Surat Anies Baswedan Ditolak

31 Maret 2020   10:50 Diperbarui: 31 Maret 2020   11:02 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


PANDEMI virus corona (covid-19) di tanah air yang sudah mulai merebak sejak tanggal 2 Maret 2020 lalu, lonjakan angka kasus positif dan jumlah korban jiwanya terus menunjukan grafik meningkat tiap harinya.

Hingga Senin, (30/3/20) menurut rilis data pemerintah yang disampaikan Juru Bicara khusus penanganan virus corona, Achmad Yurianto, jumlah kasus yang terkomfirmasi positif mencapai 1.414, dengan 122 diantaranya meninggal dunia dan 75 orang dinyatakan sembuh.

Jumlah ini jelas terjadi peningkatan ratusan kali lipat dibanding dengan angka pertama yang ditemukan pemerintah, yakni dua pasien, yang diketahui merupakan warga Kota Depok, Jawa Barat.

Tapi, sebagai catatan dari jumlah global kasus positif virus corona di tanah air ini, kontribusi terbesar datang dari DKI Jakarta. Seperti dilansir detikcom, hingga Senin (30/3), jumlah kasus positif mencapai 701 dengan 67 diantaranya meninggal dunia dan 48 jiwa telah dinyatakan sembuh.

Dengan melihat angka ini, berarti kontribusi DKI Jakarta terhadap jumlah kasus positif nasional yang diakibatkan virus corona melebihi setengahnya. Dengan kata lain, Jakarta adalah episentrum penyebaran virus di tanah air.

Melihat kondisi yang mengkhawatirkan ini, Gubernur DKI Jakarta pada Sabtu (28/3/20) mengirimkan surat untuk pemerintah pusat dengan maksud ingin memberlakukan karantina wilayah di wilayah kerjanya.

Surat tersebut, seperti dilansir detikcom, surat itu bernomor 143 tertanggal 28 Maret 2020.

Dalam hal ini, boleh jadi Anies Baswedan tidak ingin penyebaran virus di DKI Jakarta semakin menyebar tidak terkendali dan lebih mengerikannya berekspansi ke luar daerah. Mengingat ribuan penduduk Jakarta adalah warga perantau. Tapi rupanya, niat Anies ini tidak sejalan dengan keinginan pemerintah pusat.

Dilansir detikcom, Pihak Istana Kepresidenan mengatakan permintaan Gubernur DKI Anies Baswedan untuk memberlakukan karantina wilayah di Jakarta ditolak. Penyebabnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar.

"Tidak diterima, itu otomatis ditolak," kata juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, kepada wartawan, Senin (30/3/2020) malam. Fadjroel menjawab pertanyaan apakah permintaan karantina wilayah Jakarta ditolak setelah Jokowi mengumumkan akan menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar.

Menurut Fadjroel, pemerintah daerah masih bisa menerapkan isolasi terbatas di wilayahnya. Isolasi itu diberlakukan di tingkat RT/RW atau desa.

"Walaupun ada kebijakan, sebenarnya bisa dikerjakan nanti oleh pemda dengan istilah isolasi terbatas. Ada tingkat RT, RW, desa/kelurahan dengan kebijakan gubernur, misalnya. Tapi, kalau tingkatan nasional atau provinsi itu harus di tangan Presiden. Tapi Presiden tidak mengambil karantina wilayah," ujar dia.

Belajar Dari India?
Selain pemerintah telah menegaskan memiliki taktik lain guna memutus rantai penyebaran virus corona berupa pembatasan sosial berskala besar, penolakan atas permohonan Anies soal karantina wilayah, boleh jadi pemerintah telah belajar dari apa yang terjadi di India.

Saat otoritas tertinggi negara penghasil produksi film-film Bollywood ini memutuskan lockdown pada tanggal 24 Maret 2020 lalu. Tidak sampai sepekan dari batas waktu yang telah ditentukan selama 21 hari, telah terjadi kelacauan luar biasa.

Ribuan penduduk yang berada di perkotaan turun ke jalan dan eksodus atau pulang ke desanya masing-masing.

Kenapa?

Karena seperti ramai diberitakan di berbagai media daring maupun layar kaca, aturan lockdown yang diterapkan tidak dibarengi dengan kebijakan-kebijakan lainnya, sehingga masyarakat kesulitan ekonomi dan terancam kelaparan.

Nah, belajar dari kasus India ini pula kemungkinan besar yang menyebabkan pemerintah menolak karantina wilayah ala Anies Baswedan.

Pertanyaannya, apakah cara-cara yang dipakai pemerintah akan lebih efektif?

Sejujurnya masih sangat sulit dijawab. Mengingat pembatasan sosial berskala besar yang katanya hendak dibarengi dengan sanksi ini jika tidak dibarengi dengan kebijakan-kebijakan lain yang lebih prinsip yakni jaminan hidup masyarakat, rasanya akan tetap setali tiga uang dengan cara sebelumnya berupa himbauan social distancing dan work from home.

Dalam hal ini masih banyak warga masyarakat yang tidak mengindahkan anjuran atau himbauan tersebut sebab jaminan hidupnya diabaikan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun