Menurut Fadjroel, pemerintah daerah masih bisa menerapkan isolasi terbatas di wilayahnya. Isolasi itu diberlakukan di tingkat RT/RW atau desa.
"Walaupun ada kebijakan, sebenarnya bisa dikerjakan nanti oleh pemda dengan istilah isolasi terbatas. Ada tingkat RT, RW, desa/kelurahan dengan kebijakan gubernur, misalnya. Tapi, kalau tingkatan nasional atau provinsi itu harus di tangan Presiden. Tapi Presiden tidak mengambil karantina wilayah," ujar dia.
Belajar Dari India?
Selain pemerintah telah menegaskan memiliki taktik lain guna memutus rantai penyebaran virus corona berupa pembatasan sosial berskala besar, penolakan atas permohonan Anies soal karantina wilayah, boleh jadi pemerintah telah belajar dari apa yang terjadi di India.
Saat otoritas tertinggi negara penghasil produksi film-film Bollywood ini memutuskan lockdown pada tanggal 24 Maret 2020 lalu. Tidak sampai sepekan dari batas waktu yang telah ditentukan selama 21 hari, telah terjadi kelacauan luar biasa.
Ribuan penduduk yang berada di perkotaan turun ke jalan dan eksodus atau pulang ke desanya masing-masing.
Kenapa?
Karena seperti ramai diberitakan di berbagai media daring maupun layar kaca, aturan lockdown yang diterapkan tidak dibarengi dengan kebijakan-kebijakan lainnya, sehingga masyarakat kesulitan ekonomi dan terancam kelaparan.
Nah, belajar dari kasus India ini pula kemungkinan besar yang menyebabkan pemerintah menolak karantina wilayah ala Anies Baswedan.
Pertanyaannya, apakah cara-cara yang dipakai pemerintah akan lebih efektif?
Sejujurnya masih sangat sulit dijawab. Mengingat pembatasan sosial berskala besar yang katanya hendak dibarengi dengan sanksi ini jika tidak dibarengi dengan kebijakan-kebijakan lain yang lebih prinsip yakni jaminan hidup masyarakat, rasanya akan tetap setali tiga uang dengan cara sebelumnya berupa himbauan social distancing dan work from home.