Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Maksud Pemerintah Main "Petak Umpet" Soal Corona

13 Maret 2020   10:57 Diperbarui: 13 Maret 2020   11:39 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jawa Post Radar Malang


PENYEBARAN wabah virus corona (covid-19) makin hari kian merebak ke beberapa daerah di tanah air. 

Namun, sayang pemerintah dianggap belum membuka big data tentang daerah-daerah mana yang berpotensi dan beresiko terhadap penyebaran wabah virus corona. 

Bahkan mereka (pemerintah) meminta publik untuk untuk memaklumi dengan kebijakan pembatasan informasi tersebut.

"Mohon maaf nggak bisa kita buka lebar-lebar (data) karena responsnya macam-macam. Kita tahu pengalaman kemarin ditolak mentah-mentah, pada saat kita memutuskan Natuna sebagai tempat pemantauan. Oleh karena itu, kita harus hati-hati," ujar juru bicara pemerintah untuk urusan virus Corona, Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Selasa, (10/3). (Detikcom).

Masih dilansir detikcom, Pemerintah bahkan merahasiakan lokasi rumah sakit pasien positif virus Corona. Alasannya, karena ada kode etik yang ingin dijaga pemerintah.

"Soal rumah sakit, ini etika yang kita lakukan. Karena banyak sekali RS tidak didatangi orang, karena di situ merawat COVID-19, kalau Sulianti Saroso memang itu untuk rumah sakitnya COVID, Persahabatan ya memang rumah sakitnya paru. Masyarakat yang ke sana tahu," kata Yuri di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (12/3).

Kendati demikian, kebijakan tersebut kurang direspon positif sejumlah pihak. Mereka meminta pemerintah untuk mengungkap data tentang daerah-daerah mana saja yang menjadi sumber penularan virus corona (covid-19).

Mungkin bisa dipahami maksud pemerintah masih bermain "petak umpet" atau "menyembunyikan" dan membatasi informasi data terkait corona yang diduga telah menyebar ke beberapa daerah di tahah air.

Kebijakan tersebut mungkin terpaksa diberlakukan pemerintah, selain alasan kode etik, boleh jadi untuk menjaga kondusifitas warga di tanah air. Jangan sampai terjadi kepanikan dan kekhawatiran berlebihan.

Contohnya sempat terjadi waktu Presiden Jokowi pertama kali mengumumkan adanya kasus positif virus corona di Indonesia.

Kaget yang berlebihan itu akhirnya menimbulkan rasa panik dari warga. Mereka secara "membabi buta" mengunjungi pusat perbelanjaan terdekat untuk membeli segala kebutuhannya.

Jelas hal ini bila dibiarkan terus terjadi bisa jadi akan menimbulkan dampak negatif lainnya. Sebut saja kesenjangan sosial dan bukan mustahil terjadi chaos.

Selain itu, boleh jadi pembatasan informasi itu untuk meminimalisir prilaku oknum-oknum yang ingin memanfaatkan situasi ini guna keuntungan pribadi. 

Contohnya sudah terjadi, seperti pelonjakan harga masker yang di luar batas kewajaran. Pun dengan harga rempah-rempah, contohnya harga jahe yang meroket dan langka di pasaran.

Hal lainya, pemerintah mencoba untuk menjaga nama baik pasien dan kuarganya jangan sampai diketahui banyak pihak. 

Kemudian, menjaga rumah sakit-rumah sakit yang saat ini mungkin tengah merawat pasien Positif virus corona, jangan sampai ditinggalkan oleh masyarakat yang ingin berobat ke rumah sakit dimaksud.

Itulah hipotesa penulis menyoal kebijakan pemerintah yang sementara ini masih belum mau membuka data besar tentang daerah-daerah yang diduga telah menjadi pusat penularan virus corona.

Kendati demikian, kebijakan pemerintah dalam membatasi informasi tersebut justru malah jadi bumerang. Pasalnya, dengan sedikit informasi yang diperoleh masyarakat, bukan mustahil akan mengurangi tingkat kewaspadaan masyarakat. Terutama, di daerah-daerah yang diduga merupakan sumber penularan vitus corona.

Berarti, hal ini juga akan sangat merugikan masyarakat itu sendiri dan juga pemerintah.

Dengan demikian menurut hemat penulis pemerintah harus bisa memikirkan solusi terbaik agar apa yang menjadi kebijakannya tidak berdampak lebih buruk.

Lalu, bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi data penyakit menular seperti corona ini?

Meski mungkin terasa berat, ada baiknya pemerintah membuka data besar tersebut kepada masyarakat. Tentu saja dengan cara-cara yang tidak membuat suasana gaduh atau menimbulkan kepanikan.

Terlebih, jika mengacu pada undang-undang, ternyata pemerintah diharuskan membuka data dan menyampaikan ke publik tentang titik daerah mana saja yang berpotensi menjadi daerah penularan penyakit. Pemerintah diminta menyampaikan sebaran itu ke publik secara berkala.

Seperti dilansir detikcom, aturan itu tertuang dalam Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 154. Dalam aturan itu, pemerintah diminta mengumumkan jenis penyakit hingga daerah sumber penularan.

"Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan," bunyi Pasal 154 ayat 1.

Pemerintah juga diminta melakukan analisis terhadap penyakit menular dengan bekerja sama dengan masyarakat ataupun negara lain. Selain itu, pemerintah juga diminta melakukan karantina sekaligus menyiapkan tempat karantina.

Berikut bunyi petikan UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 154:

1. Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan.

2. Pemerintah dapat melakukan surveilans terhadap penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

3. Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana dimaksud pada ayat 2, pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat dan negara lain.

4. Pemerintah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina

Waspada wabah corona

Penyebaran virus corona di tanah air sendiri mulai pasti terindentifikasi setelah Presiden Jokowi mengumumkan adanya dua warga negara Indonesia (WNI) yang terkomfirmasi positif virus corona, Senin (2/3/2020).

Penyebaran virus corona terhadap dua WNI perempuan yang berusia 61 dan 31 asal Kota Depok, Jawa Barat ini diduga berasal dari warga negara Jepang yang tinggal di Malaysia, saat yang bersangkutan berkunjung ke tanah air, khususnya Kota Depok.

Paska pengumuman itu, jumlah kasus WNI terus bertambah. Hingga Rabu (11/3/2020) malam, jumlah kasus virus corona mencapai 34 kasus. Satu diantaranya meninggal dunia, yaitu pasien nomor 35. (Bisnis.com).

Dengan terus bertambahnya jumlah kasus yang terkomfirmasi positif terinfeksi virus corona di tanah air. Tidak berlebihan rasanya jika Indonesia saat ini waspada virus corona. Terimakasih.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun