Setelah jadi alat itu ternyata dipakai untuk menangkap walang sangit (sejenis wereng). Buat apa itu? Tanya penulis. Kita buat sambal katanya. Pede abis pokoknya.
Bagaimana mungkin? Baunya saja begitu, kalau dimakan apa tidak beracun. "Nanti kita coba makan di rumahku," katanya.
Karena penasaran, penulis tak langsung pulang. Tapi mampir melihat bagaimana mengolahnya. Dalam cobek sudah ada cabai, garam, bawang merah dibakar, diberi micin sedikit, terus diuleg.
Penulis pikir hanya itu sambalnya. Ternyata begitu hancur semua diulek. Baru dimasukkan walang sangitnya. Hampir menutupi cobek. Penulis bergidik mencium aroma yang menyengat.
Tak lama, ikan yang kami pancing sudah matang, dibakar. Ada ikan, ada nasi hangat berasap, dan ada sambal. Lets go, makan!
Mulanya ragu-ragu mau mencocol ikan ke dalam cobek. Tapi, melihatnya begitu si teman begitu lahap mencocol dan mengambil sambal yang begitu banyak.Â
Akhirnya penulis pun ikut mencocol juga. Satu cocol, suap. Dua cocol suap. Ternyata nikmatnya tak terkira. Aroma khas walang sangit ternyata begitu menggugah selera.
Bukan satu piring yang dihabiskan. Penulis malah lupa berapa kali nambah, hingga sambal satu cobek kami habiskan berdua. Tak terasa setelah selesai makan, keringat pun mengucur. Pedas! Baju basah, perut kenyang. Tersandar di dinding rumahnya.
"Bagaimana?" tanyanya
"Mantap! Esok kita cari lagi," sahut saya sambil tertawa.
Bukan hanya daerah Lombok yang punya ciri khas dengan sambal walang sangitnya. Daerah Bandung juga punya sambal khas, sambal goang timun. Dengan bahan timun, kemangi, cabe, kencur, garam, gula merah, dan penyedap rasa.
Sambal goang timun dibuat dengan cara cabe, kencur, garam, gula merah, dan penyedap rasa diuleg dalam cobek sampai lembut.