Terminal Sumedang, tidak begitu ramai malam itu. Sepuluh tahun lalu. Saat itu, aku masih seorang mahasiswa semester lima.
Seharusnya, aku tidak bablas ke terminal jika aku tidak ketiduran dalam bus trayek Bandung-Tegal. Karena, tempat rumahku tinggal berada sebelum terminal Sumedang. Namun, sudahlah. Memang, salahku sendiri kenapa harus ketiduran.
Sambil menunggu angkutan umum lewat, aku memesan segelas kopi di sebuah kedai kecil yang ada di Terminal. untuk sekedar menghangatkan tubuh. Udara malam itu memang sangat dingin, setelah seharian diguyur hujan.
Tengah menikmati segelas kopi, dari sudut mataku kulihat seorang bocah seumuran duduk di bangku sekolah dasar, tampak kedinginan sambil membawa kotak berisi barang dagangan. Semisal, roko, air mineral dan sebagainya, duduk melamun di bangku tempat penumpang menunggu bus. Rupanya, bocah ini seorang pedagang asong.
Melihat bocah itu, aku jadi teringat masa kecilku waktu masih duduk di bangku SMP. Kerap kali sepulang sekolah, suka berdagang asong di pom bensin dekat rumah. Itu kulakukan untuk membantu ibuku yang banting tulang memenuhi kebutuhan keluarga. Maklum, kami adalah keluarga yang hidup serba kekurangan.
Setelah lama kupandangi bocah itu, timbul rasa iba dalam hatiku. Lalu, Â setelah kubayar kopiku, aku pun bergegas menghampiri si bocah yang tengah melamun.
"Dek, sini! Kataku, mengagetkan lamunan si bocah. Bukannya marah, si bocah malah kelihatan gembira. Dia pun bergegas menawarkan barang dagangannya, padaku.
"Mau beli apa kak? Rokok, minuman atau permen." Si bocah, tampak begitu semangat menawarkan barang dagangannya.
Sebenarnya, saat itu aku tidak butuh apa-apa. Namun, karena rasa ibaku, kuputuskan untuk membeli sebungkus rokok dan air mineral.
Si bocah sangat gembira begitu aku memesan barang dagangannya. "Alhamdulillah, akhirnya ada yang beli juga."
Namun, sebelum aku bayar, aku coba mengajak ngobrol dulu si bocah.