"Sebenarnya kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)," kata Luhut
Sikap "lunak" pemerintah yang diwakili oleh Luhut dan Prabowo terhadap China tentu saja menimbulkan tanya besar. Dua mantan jendral yang biasanya cukup keras menyuarakan kedaulatan rakyat, tiba-tiba saja "hilang taringnya".
Benarkah, melunaknya pemerintah karena semata-mata persahabatan kedua negara yang sudah terjalin erat sejak dulu, terutama sejak Jokowi menjabat Presiden RI. Kalau benar, sejauh mana hubungan bilateral kedua negara ini berkoneksi?
Berikut fakta hubungan kedua negara tersebut:
Sepanjang sejarah hubungan bilateral Indonesia dengan China, jalinan terbaik terjadi pada era pemerimtahan Jokowi dan Xi Jinpeng, Pemimpin China. Terbukti, dalam beberapa kali pertemuan keduanya menunjukan keakraban baik dalam pertemuan bilateral maupun multilateral.
Kerja sama ekonomi antara Indonesia-China meningkat secara signifikan. Investasi dan pinjaman dari China terus mengalami peningkatan.
Dampak dari keakraban hubungan dua negara ini mendatangkan penilaian positip dari Wakil Perdana Menteri, Madam Liu Yandong.Â
Tak hanya itu, pujian juga datang dari penulis Indonsia asal China, Prof Xu Liping. Jokowi disebut sebagai Obamanya Indonesia. Karena dianggap mampu menunjukkan energy of Asia dan Javanese wisdom. Keberhasilan Jokowi adalah membangun infrastruktur jalan Tol.
Namun, di balik kebijakan Jokowi yang condong ke China, oleh banyak pengamat justru dinilai membela kepentingan China. Tenaga kerja asing (KTA) China, yang tidak perlu bisa berbahasa Indonesia menyerbu dan menyisihkan tenaga lokal.
Tak heran, pada saat kontestasi Pilpres 2019 lalu, isu ini sempat menjadi gorengan lawan politiknya, yaitu kubu Prabowo Subianto. Saat ini justerumalah menjadi Menhan pada kabinet Jokowi jilid II.
Tapi, jangan salah. Meski diwarnai pasang surut, hubungan baik kedua negara ini tidak hanya terjalin pada era Jokowi semata. Sejatinya, hubungan Indonesia dengan China sudah terjalin sejak ribuan tahun lalu.Â