UNDANG-UNDANG Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019 yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah pada tanggal 17 September 2019, sempat membuat kondusifitas negara ini terancam.Â
Hal tersebut dipicu dengan banyaknya gelombang protes dari berbagai kalangan, baik masyarakat sipil, penggiat anti korupsi maupun mahasiswa.
Bahkan, dampak kuatnya gelombang protes terhadap revisi UU KPK yang dianggap akan berpotensi melemahkan kinerja lembaga antirasuah, menyebabkan aparat kepolisian berlaku represif. Akibatnya, lima nyawa anak bangsa melayang. Masing-masing atas nama, Yusuf Kardawi (19), Randy (22), Maulana Suryadi (23), Bagus Putra Mahendra (15) dan Akbar Alamsyah (19).
Dengan adanya korban jiwa dan tidak sedikit yang mengalami luka-luka, baik ringan maupun berat, Presiden Jokowi sempat berencana menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK hasil revisi. Namun, rencana tinggal rencana, sampai detik ini urung terwujud. Padahal, setadinya Perppu ini bisa sedikit mengobati kekecewaan publik, yang menolak revisi UU KPK.
Paska kerusuhan di berbagai daerah dan diduga ada gerakan-gerakan "intimidasi" dari pemerintah, lambat laun tapi pasti, gelombang protes pun mundur teratur, sebelum akhirnya situasi kembali normal. Publik seolah dipaksa menerima kenyataan dengan UU KPK yang baru dan dipaksa diam.
Namun, tidak bagi sebagian pegawai KPK yang mungkin merasakan langsung dengan terbitnya UU KPK yang baru ini. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa pegawai lembaga anti rasuah dimaksud mengundurkan diri.
Dilansir dari Liputan6.com, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyinggung soal adanya tiga pegawai lembaga antirasuah yang akan mengundurkan diri.
Menurut Agus, keputusan mundurnya tiga pegawai di lembaga yang dia pimpin akibat dari diberlakukannya UU Nomor 19 Tahun 2019 atas perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal tersebut dikatakannya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Rabu, (27/11/19).
"Yang mengajukan mundur sudah tiga orang. Sisanya masih wait and see," kata Agus saat itu.
Tidak menutup kemungkinan, tidak hanya tiga orang yang disebutkan Agus Rahardjo yang akhirnya mengundurkan diri dari pegawai KPK. Bisa jadi akan disusul oleh yang lainnya. Ini menandakan, bahwa UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 atau biasa disebut UU KPK hasil revisi tersebut tidak sesuai dengan jiwa dan keinginan sebagian pegawai di lembaga antirasuah.
Bisa difahami, jika memang alasan adanya pegawai KPK mengundurkan diri akibat disahkannya UU KPK yang baru. Karena, tak dipungkiri menurut pandangan banyak fihak, UU KPK versi revisi tersebut melemahkan kinerja KPK.
Poin-poin yang dianggap bisa melemahkan KPK tersebut diantaranya adalah, dipersempitnya atau diamputasi kewenangan lembaga antirasuah dalam hal penyadapan.Â
Dalam hal ini, sebelum melakukan aksi "intip-intip" target, harus meminta izin dulu terhadap dewan pengawas KPK, yang keberadaannya nanti dipilih langsung oleh presiden.Â
Ada juga ketentuan, bahwa jangka waktu penyadapan adalah tiga bulan, dan hanya bisa diperpanjang tiga bulan berikutnya, jika aksi penyadapan belum membuahkan hasil.
Lalu, berikutnya adalah status pegawai KPK menjadi satu rumpun dengan eksekutif alias statusnya menjadi Aparatur Sipil Negara(ASN). Hal ini tentunya menimbulkan kekhawatiran akan membuat kinerja menurun drastis, lantaran kienerjanya bisa diawasi oleh pemerintah sebagai pengawai negeri sipil.
Itulah dua poin diantaranya yang berpotensi bisa melemahkan kinerja KPK.Â
Masih ada poin-poin lain yang juga berpengaruh besar terhadap kegarangan KPK yang selama ini diperlihatkan. Seperti dibentuknya dewan pengawas dan peberbitan SP3. Wassallam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H