Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lagi, Bom Bunuh Diri Teror Kepolisian

13 November 2019   13:46 Diperbarui: 13 November 2019   13:47 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

INDONESIA kembali diguncang dengan teror bom bunuh diri. Kali ini terjadi di Polrestabes Medan, Sumatera Utara, sekitar pukul 08.45 WIB, Rabu (13/11/2019). Belum jelas siapa yang bertanggung jawab dibalik serangan teror bom tersebut.

Miris memang, di saat pemerintah sedang gencar-gencarnya melawan tindakan aksi radikalisme dan teror, masih saja ada oknum-oknum yang nekad melakukan tindakan keji semacam itu.

Kebijakan pemerintah dalam melawan aksi radikal dan teror tersebut, salah satunya dengan menempatkan Fachrul Razi sebagai Menteri Agama. Padahal, latar belakang Fachrul adalah seorang militer. Maksud tujuannya jelas, diharapkan Fachrul mampu menekan aksi-aksi radikal dan teror di tanah air. Namun, tetap saja, setidaknya sampai saat ini, serangan-serangan keji tersebut masih tetap terjadi.

Dilansir dari KOMPAS.com, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menyatakan, ada enam orang yang menjadi korban peristiwan bom bunuh diri yang terjadi di Markas Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019).

"Enam orang luka-luka, empat orang anggota Polri, satu PHL atau Pekerja Harian Lepas, satu masyarakat," kata Dedi saat menyampaikan keterangan seperti dikutip dari Kompas TV.

Enam korban diketahui mengalami luka ringan dan saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
Peristiwa itu juga mengakibatkan empat kendaraan mengalami kerusakan. Tiga kendaraan merupakan milik Polri dan satu kendaraan milik pribadi.

"Saat ini tim Densus, Inafis, dan Labfor masih melakukan olah TKP," kata Dedi.

Menurut yang penulis ingat, serangan teror terhadap institusi kepolisian ini seringkali terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Untuk sepanjang tahun 2018 saja setidaknya yang penulis ingat ada tiga kali serangan.

Pertama, diawali dengan aksi penyerangan narapidana teroris di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok Jawa Barat terhadap anggota polisi di sana. Dalam aksi ini, setidaknya ada enam orang yang meninggal dunia. Lima diantaranya adalah polisi dan sisanya napi teroris

Kedua, serangan bom bunuh diri yang terjadi di Polrestabes Surabaya.  Dalam aksi ini empat orang pelaku teros meninggal dunia, dan puluhan orang lainnya luka-luka.

Ketiga, adalah serangan teror yang terjadi di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Riau, Pekan Baru. Dalam aksi ini, lima orang meninggal dunia, yaitu empat orang pelaku teror dan satu orang anggota polisi.

Itulah tiga serangan teroris terhadap institusi kepolisian yang penulis ingat. Tentunya jumlah ini merupakan bagian kecil dari serangan teror terhadap intitusi yang katanya sebagai pengayom masyarakat ini.

Aksi serangan terhadap institusi kepolisian bisa disebut motif baru dari sasaran para teroris. Pasalnya, sebelum itu yang menjadi sasaran teror adalah tempat-tempat hiburan. Sebut saja seperti yang terjadi di Bali. Bahkan serangan di pulau Dewata ini terjadi dua kali, hingga akhirnya dikenal dengan istilah Bom Bali I dan Bom Bali II.

Selain menyisir tempat hiburan, pelaku teros juga menjadikan kedutaan-kedutaan besar asing, khususnya Australia dan Amerika sebagai sasaran teror. Katanya dua kedutaan ini dianggap sebahai kaum kafir. Sebagai contohnya adalah, serangan bom kedutaan Australia yang terjadi pada tahun 2004 silam. Seterusnya yang menjadi sasaran teror adalah simbol-simbol keagamaan seperti rumah peribadatan. Sebagai contoh, serangan bom  terhadap tiga gereja di Surabaya yang terjadi pada tahun 2018 lalu.

Pertanyaannya, kenapa akhir-akhir ini malah institusi yang kerap kali menjadi sasaran teror?..tentunya masih debatebel.

Namun, beberapa pengamat sering menganalisa bahwa pihak kepolisian sekarang ini telah dianggap sebagai penghalang utama dari aksi-aksi teroris, sehingga memandang perlu untuk diserang juga.

Salam...!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun