Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Apa Kabar UU KPK?

25 September 2019   12:28 Diperbarui: 25 September 2019   16:29 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GELOMBANG aksi protes yang melibatkan puluhan ribu mahasiswa se-Jabodetabek di depan Gedung DPR RI serta ribuan lainnya di masing-masing daerah, Selasa (24/09/2019), bisa dikatakan sukses. 

Preassure mahasiswa dan elemen masyarakat yang dilakukakan secara masif, di pusat dan hampir di semua daerah ini berhasil meluluhkan hati 'batu' para politisi yang ada di senayan. Setidaknya ada empat RUU yang berhasil di tunda. Keempatnya itu adalah, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pertanahan, RUU permasyarakatan dan RUU Minerba.

Ditundanya keempat RUU ini karena dianggap ada beberapa pasal-pasal kontroversi yang dimasukan. Dalam RUU KUHP, misalnya, pasal soal penghinaan presiden dalam Pasal 218 ayat 1, yang berbunyi: 

Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Tak hanya pasal penghinaan presiden. 

Soal zina juga turut menuai kontroversi, lantaran maknanya diperluas. Hal ini termaktub dalam Pasal 417 ayat 1 yang berbunyi: 

Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II. 

Dua pasal ini hanya beberapa di antaranya. Masih ada pasal lain yang juga kontroversi, seperti soal aborsi, hewan peliharaan dan denda untuk gelandangan.

Selain KUHP, RUU Permasyarakatan juga menuai kontroversi. Diantaranya, ada pasal tentang hak cuti narapidana. Dalam hal ini, seorang narapidana bisa jalan-jalan keluar sel dengan pengawalan. Hal ini ada dalam pasal 9 huruf c dan cuti bersyarat yang diatur dalam pasal 10 ayat 1 huruf d.

Selanjutnya, RUU Pertanahan. Dianggap kontroversi karena mengandung sejumlah pasal bermasalah. Misalnya, pasal soal pidana untuk korban penggusuran. Pasal 91 dalam draft RUU tentang Pertanahan itu menyebut orang yang menghalangi petugas saat menggusur bisa dipidana. 

"Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah),"

Sementara yang keempat adalah sebagaimana diatur dalam RUU perubahan No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) juga dianggap kontroversi. Soalnya, dalam draftnya, RUU ini menghilangkan pasal korupsi pertambangan. 

Pasal yang dihilangkan itu adalah pasal 165, yang berbunyi: Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Lalu apa kabarnya dengan Undang-Undang KPK? Khusus untuk yang satu ini, aksi demo yang melibatkan puluhan bahkan mungkin ratusan ribu mahasiswa yang tersebar di berbagai daerah ini belum mampu membuat Presiden Joko Widodo berubah pikiran. 

Presiden yang masa periode pertamanya ini hampir rampung, dengan tegas tidak akan mengeluarkan Peppu tentang pencabutan UU KPK versi Revisi. Padahal, patut diakui, RUU inilah yang sebenarnya memancing reaksi elemen masyarakat, penggiat anti korupsi, dan mahasiswa.

Banyak spekulasi yang berseliweran, keukeuhnya Jokowi tidak mau mengeluarkan Perppu, karena yang bersangkutan telah tersandera oleh para partai politik pendukung. Dengan demikian, Jokowi seolah berada di persimpangan. Ibarat kata bagai makan buah simalakama. Dimakan ayah mati, tidak dimakan ibu mati. 

Artinya, jika RUU KPK waktu itu tidak disetujui, posisi dia dalam menjalankan roda pemerintahan di periode keduanya, secara politik bakal menemui banyak kendala. Betapapun, banyak program-program Jokowi yang memerlukan anggaran luar biasa. 

Sebut saja, program KIP Kuliah, Kartu Sembako dan Kartu Pra Kerja. Ketiga program ini bisa berjalan jika disokong sepenuhnya oleh DPR. Namun, di sisi lain dengan "mengorbankan" KPK, juga bukan perkara sederhana. Dengan segala poin-poin yang dianggap melemahkan lembaga antirasuah, berarti seolah membuka jalan bagi koruptor ataupun calon koruptor lebih merajalela di Nusantara.

Namun, seperti dilansir detik.com, Sekretaris Badan Pendidikan DPP PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, menyatakan, permintaan diterbitkannya Perppu tidak bisa dilaksanakan, karena negara tidak dalam kondisi darurat.

Anggota DPR RI itu mengatakan tuntutan perbaikan Undang-Undang KPK bukan lagi di bawah kontrol DPR dan Pemerintahan Jokowi. Eva menyebut kewenangan itu lepas semenjak DPR mengesahkan UU KPK pada Selasa (17/9) lalu.

"Tuntutan perbaikan UU KPK, hal ini sudah di luar kontrol DPR dan Pemerintah karena sudah disahkan pada tanggal (17/9)," kata dia

Menurut Eva, satu-satunya peluang mahasiswa adalah mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun