"Sekali lagi, maafin kakek. Kali ini, kakek tidak bisa membantumu. Kau harus pertanggung jawabkan perbuatanmu..!" Tukas Yamis, sambil terus bercucuran air mata.
"Ingat, kau adalah cucuku...!. Cucu mantan seorang pejuang. Engkau, pasti sudah tahu siapa kakek? Apapun, akan kakek korbankan, termasuk nyawa, demi kebahagiaanmu. Tapi, untuk kali ini, kakek tidak bisa."
"Kenapa, kek?"
"Karena, kakek tidak mau punya cucu pengecut. Seorang laki-laki itu harus ksatria!" Terang kakek Yamis.
"Kakek bukannya tidak sayang padamu. Jujur, kakek sedih atas kejadian ini. Tapi, kau tetap haru bertanggung jawab...!. Bersiaplah, kakek antar kau untuk menyerahkan diri."
Demikianlah. Tidak lama kemudian, kakek Yamis, mengantar Firman ke fihak kepolisian. Apa yang dilakukan kakek Yamis ini adalah bentuk kasih sayang sebenarnya dari orang tua.Â
Jika menuruti naluri, kakek Yamis sangat ingin membela cucunya, agar lolos dari kejaran polisi atau menggunakan segala pengaruhnya demi kebebasan Firman. Dia, tidak melakukan itu. Karena, menganggap kasih sayang salah kaprah. Suatu bentuk kasih sayang, yang hanya akan menjerumuskan mental si anak menjadi manusia tidak bertanggung jawab dan berjiwa pengecut.Â
Sedangkan kasih sayang yang ditunjukan kakek Yamis, sejati-jatinya kasih sayang orang tua pada cucunya. Dia tidak lagi egois, hanya mementingkan kehidupan orang yang disayanginya untuk saat ini. Dia, lebih memikirkan apa yang akan dan harus dilewati cucunya di masa mendatang. Sungguh, kasih sayang kakek Yamis adalah kasih renta di ujung senja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H