"Anda lah yang pengecut pak...! Di jaman semodern ini masih saja bersikap feodal. Ingat...Suci bukanlah Siti Nurbaya..!"
"Dan satu lagi. Saya orang yang memegang teguh janji seorang lelaki. Bapak ingat omongan saya dulu?".Â
Saya akan menjauhi anak bapak demi kebahagiaanya. Tapi nyatanya dia menderita lahir dan batin. Maaf..kali ini tidak.bisa menuruti kata-kata bapak lagi....!' tandas Shandy.
Perlawanan Shandy memantik api amarah ayah Suci. Tanpa ragu, dia menyuruh para pria berbadan kekar untuk menghajar kekasih anaknya itu.
"Kurang ajar kau...cepat hajar dia...!
Shandy tak gentar. Namun, sekuat-kuatnya dia, tetap saja tak mampu membendung pukulan dan tendangan para pria suruhan ayahnya Suci.
Melihat kekasihnya itu dipukuli, Suci hanya menangis dan berteriak.
"Hentikan....hentikan...!" Tapi maksudnya itu tak dihiraukan para pria kekar tadi. Shandy ambruk ke tanah. Tubuhnya babak belur dan berdarah-darah.
"Shandy......." Suci berlari dan langsung menubruk tubuh Shandy yang sudah tak berdaya.
Selagi Suci merangkul tubuh kekasihnya yang hampir di ambang maut. Dari belakang, ayahnya membentak keras.
"Lepaskan dia Suci..!"
"Tidak....Tinggalkan kami sekarang juga" bantah Suci sambil terus bercucuran air mata.
"Suci.." tiba-tiba Shandy memanggil nama dirinya.
"Iya sayang....Bertahanlah. kamu pasti kuat.."
"Tidak...Ajalku sudah dekat. Maafkan aku tak bisa menjagamu..!"
"Tidak...Kau tak boleh ngomong seperti itu...!
Tapi, sekuat apapun Suci menangis, tetap tak mampu melawan takdir ilahhi. Shandy akhirnya menghembuskan nafas terakhir di pelukannya.
"Shandy............" Suci menjerit histeris, lalu pingsan.
Peristiwa itu menggegerkan seantero kota. Shandy sang jurnalis satir tewas karena keegoisan orang tua yang tak mengerti artinya cinta.