Sampai akhirnya..anak yang dikandung Widya lahir.
Seorang bayi perempuan yang cantik seperti ibunya..dan aku, menjadi lelaki yang bahagia walau kutahu anak itu bukan darah dagingku.
Bayi cantik itu kuberi nama Zee.
****
“Kenapa kau tak pernah menyentuh tubuhku Lang?” ucap Widya ketika kami sedang berbaring di atas ranjang. Dan aku hanya tersenyum.
“Aku rela Lang...setelah apa yang kamu lakukan pada kami...bagaimana besarnya kasih sayangmu pada Zee..kamu lelaki yang baik..dan aku harus membalas semua kebaikanmu”
“Justru itu Wid...aku mencintaimu dan Zee...tapi aku tak mau ada keterpaksaan atas nama balas budi...aku akan selalu setia menunggumu sampai kau mampu mencintaiku...sampai kau mampu melepas bayangan cinta kekasihmu”
“Maafkan aku Lang”
Dan aku kembali tersenyum.
****
“Pa..pa..” sayup kudengar ucapan terbata membangunkan tidurku.
Aku terbangun dan kulihat Zee memegangi wajahku.
“Ayo nak...ucap sekali lagi” pintaku takjub mendengar Zee yang mulai berbicara.
“Pap..paa” dan aku menjadi lelaki paling bahagia pagi ini.Aku tertawa dan segera kupeluk erat Zee.
Dan kulihat Widya menangis.
“Kenapa menangis Wid?”
“Gak apa apa...aku siapkan sarapan dulu ya” ucap Widya sambil berlalu.
****
“Wawan menemuiku tadi siang Lang...dia ingin kembali padaku...menikahiku”
“Lalu apa jawabanmu Wid?”
“Entahlah Lang...aku bingung..disatu sisi aku mencintainya...di sisi lain, setelah apa yang terjadi selama ini, aku tak mungkin melukaimu atau mungkin aku sudah mulai mencintaimu Lang”
“Keraguanmu akan melukai dirimu sendiri Wid, bukan aku. Jika kamu ingin mencari keyakinan akan cintamu, maka tinggalkanlah aku”
“Aku yakin kau akan terluka Lang jika aku pergi”
“Aku siap untuk kehilanganmu Wid, tetapi aku tak yakin siap jika kehilangan Zee”
Penyatuan dua hati dengan tanggung jawab, itu yang selama ini aku inginkan. Tetapi jika Widya tak pernah memberikan hati itu padaku, mungkin memang lebih baik aku melepasnya.
****
“Aku pergi Lang...maafkan aku...dan terimakasih atas semua yang kamu lakukan padaku” ucap Widya saat berpamitan padaku.
Dan aku hanya bisa tersenyum, lalu perlahan kukecup kening Zee yang tengah tertidur dalam gendongan Widya.Kulihat Wawan memasukan koper ke dalam mobil.
Sesaat kemudian mereka menghilang dari pandanganku, lalu akupun menangis.
****