Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Pemaknaan Akan Bencana

25 Desember 2018   08:55 Diperbarui: 25 Desember 2018   08:57 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak perlu heran, masih banyak yang mengait-ngaitkan antara hal-hal yang mungkin saja tidak ada kaitannya. Meskipun saya sebagai orang yang beriman, tentu saja saya merasa bahwa ada maksud di balik setiap momen yang terlintas di atas hamparan bumi yang luas, dan bencana alam itu sebagian kecil di antaranya. 

Namun, sekali lagi yang saya sayangkan yaitu kenyataan bahwa peristiwa duka semestinya tidak dijadikan ajang saling menyalahkan. Ketika opini pribadi mengalahkan sikap empati, justru di situlah timbul masalah-masalah yang lain. Kita bayangkan perasaan para korban jika dihubung-hubungkan dengan keburukan laku dan tindak orang-orang di sana.

Ketika kita mau mencoba melihat itu dari sudut pandang yang, katakanlah, berbeda...

Ada hal yang jauh lebih besar dari sekadar perbuatan buruk. Sebagai seorang yang beriman dengan ilmu, siapapun mampu menyimpulkan bahwa setiap gempa ya terjadi karena pergeseran lempeng tektonik, lalu tsunami pun terjadi karena naiknya gelombang pasang yang bisa disebabkan beragam faktor, dan jenis-jenis bencana lainnya, serta tak akan mungkin semua itu terjadi tanpa campur tangan-Nya. 

Entah di balik apapun alasan dari pertanyaan-pertanyaan seputar takdir yang jatuh ke atas kepala para korban jiwa, semua jelas ada hikmah dan penjelasannya. Namun, terkadang ada hal yang tak perlu dijelaskan, cukup dijadikan suatu pengondisian untuk merenung, bermuhasabah (mengevaluasi diri), dan mendekatkan diri kepada Ilahi.

Tak perlu berpanjang diskusi, mari kita sama-sama mendoakan mereka yang dirundung kesedihan yang mendalam karena ditinggal kekasih hidup, sahabat, orang tua, guru, sanak saudara, kerabat, siapapun yang memiliki arti selama mereka hidup. Terlepas kita tidak mengenal mereka atau tidak, manusia harus dimanusiakan dan inilah cara kemanusiaan mengabdi dalam kehidupan. Hidupkan kemanusiaan, maka egosentris yang mencekam tak akan lagi kelam, hanya ada sikap altruisme dan keikhlashan untuk kebaikan dunia dan Akhirat, semoga.

Elang Jordan Ibrahim

Purwokerto, 25 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun