"Fiat justitia ruat caelum".
Kalimat tersebut pertama kali digaungkan oleh seorang Senator Romawi, Lucius Calpurnius Piso pada 43 SM dengan makna bahwa, "Keadilan harus tegak walaupun langit akan runtuh".
Setelah ribuan tahun, adagium tersebut kemudian menjadi salah satu prinsip yang terkenal dalam dunia hukum. Prinsip ini juga menegaskan bahwa dalam kondisi segawat apapun, hukum harus tetap berdiri tegak serta tak tergoyahkan.
Prinsip tersebut tampaknya telah dilaksanakan dengan khidmat oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Sejak didirikan pada 2003 hingga saat ini, Mahkamah Konstitusi secara konsisten dan tanpa lelah terus menegakkan keadilan konstitusi negara. Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi telah menjadi pilar keadilan dan hukum bagi berbagai sendi kehidupan negara, tidak terkecuali dalam bidang ekonomi dan keuangan negara.
Memberikan Kepastian Hukum Keuangan Negara
Dalam dua dekade berdirinya Mahkamah Konstitusi, sudah banyak putusan terkait keuangan negara. Bahkan, salah satu perkara yang pertama kali disidang oleh Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan keuangan negara.
Sebagaimana dilansir dalam situs www.mkri.id, Mahkamah Konstitusi pertama kali bersidang untuk memeriksa tiga perkara yang telah dilimpahkan Mahkamah Agung pada tanggal 15 Oktober 2003. Dalam sidang yang meminjam Gedung Nusantara IV DPR tersebut, selain memeriksa perkara pengujian UU Minyak dan Gas Bumi serta UU Ketenagalistrikan, Mahkamah Konstitusi turut pula menyidangkan pengujian UU Surat Utang Negara.
Untuk perkara pengujian UU Surat Utang Negara, melalui putusan nomor 003/PUU-I/2003 Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Pemohon. Alhasil, UU Surat Utang Negara tetap sah secara hukum. Putusan ini menjadi preseden baik bagi pengelolaan keuangan negara.
Semula, sekelompok masyarakat memohon agar utang negara untuk dianggap tidak berlaku dan tidak perlu dibayar oleh pemerintah. Bila permohonan tersebut dikabulkan, maka tentu kredibilitas pemerintah akan dipertanyakan dan tidak adanya kepastian hukum pembayaran setiap utang negara.
Namun, dengan putusan menolak dari para hakim Mahkamah Konstitusi saat itu, maka terdapat kepastian hukum pembayaran utang negara. Selain itu, kredibilitas pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara di mata investor dan obligator akan tetap terjaga.