Mohon tunggu...
Elam Sanurihim Ayatuna
Elam Sanurihim Ayatuna Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai di Kementerian Keuangan

Peminat isu Kebijakan Publik, Ekonomi, Keuangan Negara, Perpajakan, dan Pengadaan Pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kampanye Setop Bayar Pajak Akan Menyengsarakan Rakyat

7 Maret 2023   10:14 Diperbarui: 7 Maret 2023   10:53 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pembayar pajak, rakyat boleh saja marah dan kesal pada hidup glamor salah satu mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Terlepas dari pemeriksaan yang tengah dilakukan atas asal-usul hartanya, rakyat berhak kecewa jika melihat atau menemukan ada aparatur negara yang dirasa "kurang pas" dalam berperilaku dan bertindak.

Sebagai bentuk kekecewaan, rakyat juga berhak menyampaikan berbagai pendapat, saran, dan kritik pada pemerintah, khususnya DJP.

Kritikan pada DJP sebagai institusi pemerintah juga merupakan proses yang seharusnya ada dalam negara demokrasi. Segala kritikan yang baik, konstruktif, dan patut adalah hal justru dibutuhkan DJP dalam membangun lagi kepercayaan publik yang tengah turun.

Namun sayangnya, ada beberapa kritikan yang justru kontraproduktif bagi kehidupan berbangsa. Salah satunya berupa kampanye boikot pajak.

Beberapa orang bahkan tokoh terkemuka dengan terang-terangan mengajak masyarakat untuk tidak membayar atau melaporkan pajaknya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk ungkapan kekecewaan.

Selain kekecewaan, boikot pajak juga disebabkan anggapan yang salah kaprah. Terdapat kekhawatiran uang pajak yang dibayarkan justru masuk ke kantong petugas pajak.

Padahal sebagaimana diketahui secara luas, pembayaran pajak selalu dilakukan melalui bank persepsi atau kantor pos yang langsung disetorkan ke kas negara. Pembayaran tidak dilakukan melalui kantor pajak apalagi petugas DJP.

Oleh karenanya, jika seseorang telah menyetorkan pajak dengan semestinya, maka dana tersebut dijamin aman terdapat di kas negara.

Bahaya Kampanye Boikot Pajak

Selain itu, kampanye boikot tersebut jelas sangat berbahaya. Memboikot pembayaran pajak sama saja dengan menghentikan sumber pemasukan kas negara. Padahal kas tersebut yang nantinya akan digunakan untuk membiayai pembangunan, pelayanan publik, subsidi, bantuan sosial, dan sebagainya.

Pajak berkontribusi sekitar 80 persen dari penerimaan negara. Maka, kampanye tersebut berpotensi mengganggu sebagian besar anggaran pemerintah.

Jika anggaran pemerintah berkurang, maka pilihannya antara berhemat belanja program atau mencari sumber pemasukan lainnya. Apabila pemerintah memilih berhemat, tentu beberapa program seperti layanan publik dan bantuan sosial harus dikurangi atau ditiadakan anggarannya. Hal ini justru akan merugikan rakyat sendiri.

Namun, jika pemerintah tetap harus menjalankan programnya, maka mencari sumber penerimaan selain pajak amat sulit dilakukan. Salah dua opsi yang paling mungkin dijalankan adalah menjual aset negara atau melakukan utang.

Keduanya merupakan pilihan yang seharusnya dihindari untuk dilakukan karena akan menjadi beban bagi generasi mendatang. Namun, suka atau tidak, kedua opsi tersebut harus dilakukan jika negara kekurangan pemasukan, sementara pengeluaran bagi masyarakat harus tetap dibiayai.

Waspada Penumpang Gelap

Selain mengganggu kas negara, kampanye penghentian pembayaran pajak juga berpotensi akan ditunggangi para penumpang gelap (free-rider). Penumpang gelap yang dimaksud merupakan para penikmat fasilitas pembangunan negara tanpa membayar secara penuh kewajiban perpajakan mereka.

Apabila kampanye penghentian pembayaran pajak meluas, pihak yang paling senang dengan adanya kampanye ini tentu adalah para pengemplang pajak. Mereka bisa memiliki pembenaran untuk tidak membayar pajak dengan seharusnya.

Selain itu, kampanye tersebut juga bisa menyebabkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk para konglomerat atau korporasi besar punya justifikasi untuk tidak mengeluarkan uang mereka untuk pajak. Padahal uang pajak mereka yang selama ini digunakan negara untuk pemerataan pendapatan bagi rakyat kurang mampu.

Apalagi pembayar pajak di Indonesia lebih banyak didominasi oleh Wajib Pajak (WP) Badan atau perusahaan dibandingkan Orang Pribadi. Jika perusahaan dan pemiliknya turut serta menolak membayar pajak, maka tentu pelayanan publik dan bantuan sosial bagi rakyat kurang mampu bisa terkena dampaknya.

Kampanye penghentian pembayaran pajak ibarat senjata makan tuan bagi rakyat. Karena pihak yang paling dirugikan adalah rakyat sendiri, terutama rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi lemah.

Bayar Pajaknya Awasi Pengunaannya

Ketimbang menyuarakan pemboikotan, lebih baik untuk mendorong perbaikan otoritas dan petugas pajak, seperti meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Sebagaimana telah disampaikan oleh Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak, pemerintah selalu membuka ruang untuk masyarakat menyampaikan pendapat, saran, dan kritikan perbaikan. Bahkan saluran pengaduan juga telah dibuka lebar untuk melaporkan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan para aparatur negara.

Kecewa tentu boleh dan wajar saja. Namun menyuarakan boikot pembayaran pajak sepertinya bukanlah sesuatu yang tepat dilakukan. Bukan hanya merusak instansi otoritas pajak atau pemerintah semata, tetapi merusak keseluruhan kehidupan berbangsa.

Tampaknya, slogan lama yang masyhur itu harus terus menjadi prinsip kita, "Bayar Pajaknya, awasi pengunaannya".

Hal yang utama seharusnya dilakukan adalah membayar pajak lalu mengawasi penggunaannya. Bukan lantas tidak bayar pajak tetapi menuntut banyak perubahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun