"Iya, beneran Teh. Tadi Bimo lihat Teteh Sekar nyopot posternya di Pos Ronda bareng Kang El Hida. Katanya dia mau ikut pemilihannya tahun depan aja." Bimo menjelaskan.
"Kok bisa gitu sih?!! Musti hubungin mbak Sekar ini, aku harus dapat penjelasan kenapa dia ngundurin diri." Fietry bangun dari tempat tidur, namun seketika ia limbung. Kepalanya terasa pening sekali, ia kembali duduk di ranjang.
"Sabar, Nduk. Jangan kebawa emosi gitu. Nak Sekar pasti punya penjelasan mengapa ia melakukan itu." Abah Dian Kelana mencoba menasehati.
"Tapi, Abah. Aku udah kasih suaraku buat dia. Sia-sia dong aku vote dia kalo gitu mah." sesal Fietry.
"Gak ada yang sia-sia. Setidaknya kamu telah menggunakan hak pilih kamu, dan kamu juga telah berperan aktif dalam pesta demokrasi di Desa Rangkat yang kita cintai ini."
"Ho oh, Teh. Bener tuh kata Abah." Bimo mendukung perkataan Abahnya.
Fietry diam, merebahkan badannya ke kasur. Kepalanya terasa pusing sekali, tak mampu mencerna fenomena yang terjadi. Dan karena pengaruh obat flu tadi, akhirnya Fietry tertidur pulas.
***
"Assalamualaikum..." suara lembut berseru dari balik pintu.
Bimo beranjak membuka pintu, seorang perempuan berjilbab dengan pipi tembem berdiri di depan pintu membawa sebuah kantong kresek yang besar.
"Oh, Teteh Sekar. Ada apa ya?"