Setiap orang sudah digariskan oleh Tuhan dengan watak dan sikap yang melekat pada masing-masing individu. Watak dan sikap tersebut akan selaras dan mengikuti ke mana saja individu tersebut bergerak. Hal ini adalah sunnatullah atau sudah menjadi hukum alam, kecuali jika ada usaha untuk ‘menggeser’ kepakeman hukum alam tersebut. Demikian pula dengan watak dan sikap Capres kita; baik Prabowo maupun Jokowi.
Belakangan, pasca pengambilan nomor urut Capres- Cawapres di KPU dan Deklarasi Damai Selasa (03/06), media ramai mengupas tentang tingkah laku dan sikap kedua Capres di acara tersebut. Umumnya media dan masyarakat--yang netral, atau belum menentukan pilihan--menyayangkan sikap Capres Jokowi yang dianggap kurang ‘bersahabat’ dalam momen penting tersebut.
Respon sebaliknya justru didapat Capres Prabowo. Banyak yang menganggap baik dalam momen pengambilan nomor urut maupun Deklarasi Damai, Prabowo terlihat lebih bersahabat, santun dan ngajeni (Jawa) atau menghargai terhadap kompetitornya yakni Jokowi maupun terhadap seluruh lembaga dan tokoh-tokoh yang hadir di acara tersebut.
Sebagaimana yang kita ketahui, pada acara Deklarasi damai, Prabowo sempat menyebut nama Jokowi beberapa kali dalam sambutannya, bahkan Prabowo menyebut Jokowi sebagai ‘saudaranya’. Tak lupa ia juga menyebut pasangan Jokowi, Jusuf Kalla sebagai sahabat sekaligus seniornya.
Lebih lanjut Prabowo mengatakan; "Karena itu kami berjanji bahwa kami akan terima apapun keputusan rakyat. Apabila Prabowo-Hatta menerima mandat dari rakyat, maka kami siap bekerja keras untuk membangun bangsa ini. Dan apabila mandat itu diberikan kepada Jokowi-JK kami akan hormati keputusan tersebut, kami yakin Jokowi-JK adalah patriot-patriot bangsa. Apapun yang terjadi, kami akan menjadi warga negara yang cinta tanah air." (Sayangi.com, 03 Juni 2014)
Apa yang dilakukan oleh kedua Capres dalam acara tersebut ternyata tak luput dari pantauan dan pengamatan Efendi Gazali, sang pakar komunikasi. Menurutnya, penggalan pidato Jokowi di atas menunjukkan sikap kematangan Prabowo dari sisi politik.
"Itu sangat kontras dengan Jokowi yang dalam pidatonya sama sekali tidak menyebut nama Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Padahal Jokowi menyampaikan pidato setelah Prabowo," kata Effendi.
Tak hanya Effendi Gazali yang menyayangkan sikap Jokowi tersebut. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi juga menilai pidato Prabowo lebih elegan dibandingkan pidato Jokowi.
"Saya ikut menyesalkan mengapa Jokowi dalam pidatonya sama sekali tidak menyebut nama Prabowo-Hatta. Nanti saya akan kasih masukan untuk timnya," kata Burhan.
Burhanuddin Muhtadi sebelumnya juga telah mengingatkan kubu Jokowi agar jangan merasa sudah menang meski Pilpres belum digelar, sebab bisa jadi justru Kubu Jokowi di detik-detik terakhir pilpres akan mengalami keterkejutan yang luar biasa. Baca dalam tulisan saya: “Burhanuddin Muhtadi: Kubu Jokowi Jangan Takabur!”
Bagi sebagian kalangan, mungkin tak terlalu menganggap penting sebuah pidato. Tapi bagi kita yang menjunjung etika dan keberadaban, menghormati ‘lawan’ dalam bentuk menyebut namanya dalam pidato pada acara umum yang disaksikan ribuan bahkan mungkin jutaan penonton adalah sebuah ‘kewajiban’. Karena dari sanalah kita bisa menilai parameter watak dan sikap seseorang yang melekat pada individunya tadi.