Mohon tunggu...
Siti Nur Romlah
Siti Nur Romlah Mohon Tunggu... -

graduated from Uhamka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Let It Go

4 April 2014   23:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:04 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"lo tau ga gimana rasanya kehilangan orang yang lo cintai?"

"iya gue tau, tapi kan ga usah lebay gitu"

"jadi lo fikir status-status gue itu lebay?"

"emang, mau sampai kapan lo nulis status kalo lo yatim piatu, mau sampai kapan lo minta komen dari orang-orang, "sabar ya...." mau sampai kapan?"

"lo aja yang mikir begitu, sedikitpun gue ga ada maksud begitu."

"gak ada maksud lo bilang? bullshit lo."

"bonyok lo itu udah meninggal dua belas tahun yang lalu, ga sah meratapi, toh selama dua belas tahun itu hidup lo baik-baik aja"

"enak banget lo ya ngomongnya, apa perlu gue do'ain biar lo bisa ngrasain apa yang gue rasain?"

"apa maksud lo?"

"secara, bonyok lu masih ada, lo punya kakak laki-laki yang sayang sma lo, lo juga punya adik yang bisa lo manjain, lo ga pernah ngrasain jadi gue yang hidup sendiri tanpa keberadaan mereka yang lo punya."

"sendiri lo bilang? lo masih punya orang tua angkat lo, lo masih punya keluarga angkat lo, ga sah merasa jadi orang yang palingt menderita sedunia, harusnya lo bersyukur, lo bisa kuliah, sedangkan gue? SMA aja gue ga mampu."

"tapi ini beda kasusnya."

"tapi... tapi... tapi..... terus aja lo bilang tapi, sampai kapan si lo ga bersyukur dengan hidup lo? kita hidup itu bukan untuk masa lalu, tapi masa depan. orang tua lo, keluarga lo semua itu masa lalu lo. sekarang lo itu sarjana, setidaknya lo punya modal buat ngadepin masa depan lo, lo punya punya masa depan,,,,"

Aku hanya terdiam mendengar penjelasan sahabat terbaikku, aku merasa malu dan sangat kerdil dengan semua pemikiranku. Melihat aku terdiam dan menundukan kepala, kini diapun ikut diam dan duduk mendekat disampingku, dan meneruskan nasihatnya dengan nada bicara yang lebih pelan.

"Nur, kenapa lo harus takut menghadapi semua ini? kenapa temen gue jadi lemah begini? gue ga mau lo terus-terusan begini, gua ga mau,,,, lo hanya perlu ikhlas buat ngejalanin semuanya. lo tau kan bagaimana hidup gue? bagaimana gue menghadapi keluarga suami gue yang ga pernah nganggep gue menantu, bagaimana perjalanan pernikahan gue, yang semua itu dilakukan karna keterpaksaan, karna dosa yang udah gue lakuin, bagaimana malunya gue dihadapan warga, bagaimana gue sakit saat melihat airmata nyokap gue, bagaimana gue melihat kakak gue marah, bagaimana gue melahirkan anak gue tanpa persiapan, bagaimana menghadapi masyarakat yang menganggap anak gue sebagai anak jadah? apa itu ga bisa buat lo bersyukur dengan hidup lo? tolong, jangan pernah merasa lo adalah orang yang paling menderita, setiap orang memiliki masalah sendiri-sendiri, dan tuhan tidak pernah membebankan masalah kepada hambanya yang tidak mampu menghadapi, kalo cuma masalah wali, lo masih punya paman, kalo cuma masalah bibit, lo lahir dari keluarga yang cukup dibilang berpendidikan, lo juga punya pendidikan yang ga bisa diremehin, lo ga sehina yang lo fikir."

Sekarang giliranku yang menatapnya kasihan, dengan air mata yang tidak terbendung mengartikan, betapa sakit dan menyiksanya peristiwa-peristiwa yang telah ia lewati.

"maaf, maafin kalo gue terlalu kerdil, gue terlalu picik dan gue selalu membuatmu menangis mengingatkan semua yang telah lo lewatin, gue benci setiap kali mendengar pernyataan itu"

"pernyataan yang mana? yang "wong, nikahin ko perempuan yang ga punya orang tua, yang punya orang tua aja banyak" itu? iya?

gue cuma gangguk dan dia langsung meluk gue.

"pernyataan itu ga berlaku buat lo, masih banyak orang tua yang mengharapkan mantu kaya lo, lo tuh pinter, cantik,berpendidikan, lo punya masa depan yang cerah, hidup lo berharga, jangan gara-gara kalimat orang tua jahanam itu lo terpuruk."

"tapi itu faktanya."

*****BERSAMBUNG*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun