Ia dekapkan kedua tangan di dada, erat-erat. Baju tebal dengan balutan sarung tak dapat menahan hawa dingin menggerogoti dadanya. Tapi matanya tak beranjak dari jalan desa, berharap seseorang akan datang dan menyapanya, "Mas datang, Dik".
Orang-orang desa menuju ladang, sementara anak-anak bermain di jalanan.
Udara mulai menghangat. Desa telah sepi, seperti halnya hati Surini.
*****
Tubuhnya semakin menggigil dan gemetaran. Matanya yang sedari tadi memandang jalanan sesekali tertutup. Kemudian tiba-tiba dunia lenyap dari hadapan matanya.
Badan yang lemas itu terbaring lemah.
*****
Ketika matanya mulai terbuka, ia sadar bahwa ini bukan tempatnya biasa menunggu. Badannya yang lemah membuatnya tak dapat beranjak dari tempat tidur, sementara orang-orang telah berada di sampingnya. Tak ada obrolan diantaranya, hanya pandangan kasihan yang terus menyerang Surini.
Dengan sisa tenaganya, ia berkata, "Kalau Mas Deni datang, tolong sampaikan padanya bahwa aku sudah sangat rindu". Masih tak ada suara di kerumunan orang itu, tak ada yang tega menjawab apapun.
*****
Pukul lima pagi. Hari baru saja dimulai di desa itu. Kabut masih menyisakan dingin, dan mentari telah mencoba meraih jalanan.