Mohon tunggu...
Ekwan Wiratno
Ekwan Wiratno Mohon Tunggu... -

Saya dilahirkan di kota kecil di pesisir jawa timur, Tuban. di sana saya belajar tentang kehidupan dan penghidupan, di dalamnya juga menyangkut tulisan dan penulisan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu di Perbukitan

6 April 2012   06:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:58 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*****

Orang-orang bercerita, "Ia dulu kembang desa. Kemudian datang seorang pria meminangnya. Mereka membuat iri pasangan lain dengan kasih sayangnya. Kemudian sang suami pergi untuk mencari kerja".

"Ia terus menunggu setiap hari".

Orang-orang desa sudah memahami apa yang dilakukan wanita itu, dan tentunya memahami kerinduan yang membeku dalam hatinya. Terkadang mereka mencoba membujuk wanita itu untuk beristirahat di dalam rumah, tapi ia hanya mengembangkan senyum sambil berkata, "Suamiku hampir saja sampai, aku tidak mau melewatkannya".

Sebenarnya kasihan melihatnya seperti itu. Tapi tak ada yang tahu kapan suaminya akan datang. Suaminya pergi suatu pagi. Ia mendapat panggilan kerja di Surabaya.

Dengan tas besar di tangan, ia berjalan menjauhi desa, sementara sesekali ia membalikkan pandangannya ke arah desa, berharap akan melihat wajah istrinya dari kejauhan. Kemudian kabut menelannya dan menjauhkan dari pandangan istrinya.

"Aku tidak akan lama. Mungkin lusa pagi aku akan kembali", itu yang dikatakan lelaki itu pada Surini. Sepertinya kalimat itu yang menjadi dasar kuat Surini selalu duduk di tempat itu setiap pagi datang dan berharap lelaki yang dirindukannya kembali.

*****

Sesekali tubuhnya menggigil kedinginan, tapi tak semeterpun ia beranjak dari tempat itu. Tak ada yang dapat dilakukan orang-orang yang semakin merasa iba padanya.

*****

Seperti tak ada bedanya pagi itu, masih disinggahi kabut, sementara cahaya mentari mulai berlompatan di atas atap. Tapi sedikit berbeda dengan Surini, matanya sayu dengan bibir yang gemetaran. Wajahnya yang molek kini semakin pudar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun