Malam harinya setelah isya, saya mulai merebahkan diri di atas tumpukan karung pakan ikan, dikarenakan sudah merasa capek dengan aktivitas seharian. Pada saat akan memejamkan mata, terdengar kembali sebuah desisan lirih. Suaranya seakan lebih dekat dengan posisi saya sekarang.
Saya segera bangkit dan mencari-cari sumber suara. Ya Allah, ternyata ada seekor ular hitam yang juga besarnya kurang lebih sana dengan ular yang tadi pagi. Saya terperanjat, namun berusaha sekuat tenaga tidak panik, apalagi teriak-teriak. Bakal tak akan cepat juga tetangga menolong, karena rumah saya agak jauh letaknya dengan tetangga.
Tak pikir panjang, dalam ketakutan yang sangat, saya segera mengambil tombak dan parang kembali. Dengan diiringi doa, saya beranikan diri menombak badan ular itu. Tepat. Mata tombak kembali tepat bersarang di badan si ular. Saya ayunkan kembali sebuah parang untuk memotong bagian badannya. Darah mengucur dan tentunya warna air sekitar yang menggenangi ruangan jadi berubah menjadi merah.
Ya Allah. Saya terus berzikir. Dalam kondisi malam begini harus menghadapi ular kembali. Terasa down sebenarnya. Namun harus bagaimana lagi. Saya harus tetap bertahan dirumah, demi jaga-jaga barang yang diamankan di bagian yang tinggi, terlebih berkas-berkas penting.
Sepanjang malam, saya hampir tak bisa memejamkan mata. Bayangan ular terus saja memenuhi ruang mata dan rongga pikiran. Hingga sekitar jam 03.00 wita barulah mata saya mulai mengantuk.
Pagi harinya, yaitu hari Rabu, tepat hari ketiga banjir. Setelah saya menunaikan salat subuh, pikiran saya sudah merasa tenang, karena tidak ada binatang yang mengganggu saat tidur.
Saya perhatikan pula, ternyata ketinggian air dalam posisi bertahan. Segera saya memasak, cuci dan mandi, kemudian bersih-bersih rumah dari kotoran tanah dan sampah yang masuk.
Menjelang siang, saat asik mencuci piring, saya merasa ada sesuatu yang menggelitik kaki. Dengan berusaha tetap tenang, dan tangan perlahan meletakkan piring cucian, segera saya lihat kaki sebelah kiri. Ya Rabb, begitu hebat saya reflek terperanjat. Ada ular kecil menyentuh kaki kiri saya.
Reflek saya kibaskan kaki, dan ular kecil itu terlempar. Syukurnya kaki saya tidak sempat digigitnya. Dalam keadaan takut seperti itu, saya kembali harus berjuang memburu anak ular tadi. Begitu cepat larinya dalam air. Namun syukurnya saya menemukan juga di mana ia sembunyi.
Dengan hati-hati, kembali saya ayunkan parang. Tepat. Langsung terputus. Setelah memastikan anak ular itu mati, baru saya buang bangkainya dengan melemparkan sejauh-jauhnya ke sungai.
Akhirnya banjir pelan surut pada hari keempat, yaitu hari Kamis tanggal 21 Januari 2021. Walaupun rumah masih terendam air beberapa centimeter, harus tetap saya bersihkan. Supaya jika nanti kering, tak terlalu repot lagi membersihkan lantainya.