Kendala berikutnya yang menjadi penghambat dalam membangun benteng ketahanan pangan adalah populasi yang terus bertambah, meningkatnya urbanisasi dan pendapatan kelas menengah akan meningkatkan permintaan terhadap pangan yang lebih beragam dan bernilai tambah. Jumlah penduduk Indonesia akan bertambah 54,42 juta orang dari tahun 2020 menjadi 324 juta orang pada 2045. Penduduk yang tinggal di perkotaan akan meningkat menjadi 69,1% pada tahun 2045.
Kendala ini dapat diatasi dengan menjadikan kaum muda sebagai kekuatan luar biasa untuk menggerakkan perubahan sistem pangan agar lebih berkelanjutan. Jika potensi besar mereka dikonsolidasikan dalam gerakan sistem pangan lokal, niscaya akan membuat seluruh rantai pasok pangan lebih efisien, berdaya saing dan lebih menarik bagi kaum muda. Keberhasilan strategi ini akan menjadi penentu terwujudnya ketahanan pangan generasi mendatang, transformasi sistem pangan berkelanjutan, dan pengurangan pengangguran serta migrasi. Ada kebutuhan yang semakin mendesak untuk merancang ulang dan melakukan tindakan segera agar pertanian dan sistem pangan lebih menarik. Bukan hanya itu, namun juga menyediakan peluang kerja yang layak dan penghidupan yang bermartabat bagi kaum muda.
Pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang sesuai, meningkatkan akses yang adil terhadap sumber daya dan infrastruktur, pengetahuan dan keterampilan, dan memperkuat koneksi dan akses pasar, dukungan penelitian dan teknologi, serta pengembangan kemitraan.
Investasi pada kaum muda pada sistem pangan tidak hanya akan menghasilkan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Namun termasuk juga perdamaian dan stabilitas politik, serta secara langsung mendukung transisi ke sistem pangan berkelanjutan
Membangun benteng ketahanan tahanan pangan juga dilakukan dengan mengembangan teknologi di bidang pertanian membuka peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas pangan. Penerapan teknologi pertanian presisi, seperti penggunaan sensor untuk memantau kelembaban tanah dan kondisi cuaca, dapat membantu petani mengoptimalkan hasil panen dengan lebih efisien.
Selain itu, teknik pertanian modern seperti hidroponik dan akuaponik memungkinkan produksi pangan di area yang terbatas, bahkan di perkotaan.
Bioteknologi juga memainkan peran penting dalam menciptakan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap hama dan perubahan iklim. Dengan adopsi teknologi ini, Indonesia berpotensi untuk tidak hanya menjaga ketahanan pangannya, tetapi juga meningkatkan ekspor produk pertanian.
Untuk mendukung keberhasilan dalam membangun benteng ketahanan tahanan pangan dibutuhkan dukungan dari kebijakan kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap masa depan ketahanan pangan. Program seperti subsidi bagi petani kecil, penyediaan bibit unggul, serta pembangunan infrastruktur pertanian sangat diperlukan. Pemerintah juga harus fokus pada penguatan sistem distribusi dan logistik pangan, terutama di wilayah-wilayah terpencil yang sulit dijangkau.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan akan terus berbenah demi menjawab tantangan kebutuhan pangan di masa depan.
“Produksi pangan harus dua kali lipat pada tahun 2050 untuk memenuhi permintaan populasi dunia yang terus bertambah, sementara daratan dan ketersediaan udara menjadi terbatas,” kata Basuki Hadimuljono, pada saat di 3rd World Irrigation Forum di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Senin (2/9/2019).
Menyimak pernyataan Basuki, adalah masuk akal bila sepanjang 2015-2019, sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR, pemerintah menargetkan pembangunan 65 bendungan, 1.088 embung, 1 juta hektar pembangunan jaringan irigasi baru, 3 juta hektar rehabilitasi jaringan irigasi, 306 operator sedimen dan lahar, penyediaan air baku 67,52 m³/detik, hingga pengontrol banjir dan pengaman pantai sepanjang 3.620 km.