"Mungkin itu karena dampak penjajahan ya Pak Sastro?"
"Lha mbok menawi, mungkin saja lho. Kabarnya kita dulu itu kan mengkonsumsi bahan makanan lokal yang lebih sehat. Tapi karena minder dengan nasi putih terus beralih ke nasi putih. Padahal tidak lebih sehat."
"Rumah-rumah tradisional kita itu kan juga terbukti tahan gempa. Tapi yo itu tadi. Kita minder dengan rumah tembok bata. Digantilah dengan rumah tembok bata yang kelihatan lebih mentereng."
"Padahal kalau konstruksinya tidak benar, itu bisa tidak tahan gempa. Wong negara kita itu rawan gempa lho."
"Whoo iya ya. Terus rumah-rumah tradisional seperti joglonya orang Jawa itu banyak yang tidak diurus. Untung kemudian muncul kesadaran dari orang-orang pintar untuk melestarikan rumah tradisional itu."
"Lho iya lho Pak Sastro. Sekarang rumah gebyok joglo itu muahalnya ora umum."
"Makanya kita harus mulai mengedukasi orang-orang untuk terus melestarikan budaya kita sendiri. Lha budaya itu lak karakter kita sendiri dalam pergaulan internasional to? Kalau kita tidak punya karakter sendiri lak yo tidak menarik to?"
"Ha nggih Pak Sastro. Kalau tidak punya karakter kita cuma ela-elu karakter orang lain. Wujude wong Jawa tapi kelakuane koyo landa. Keren ora, wagu iyo."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H