"Memang iyo yo. Saya ingat pas masih SD dulu, ketika panas saya cuma diblonyohi minyak klentik yang dicampur bawang merah. Terus dipijit. Sembuh lho."
"Lha nggih. Simbah saya dulu kalau meriang juga cuma kerokan. Pakai minyak tanah terus dikerok pakai benggol. Uang zaman kuno itu."
"Haa iya itu. Sekarang sepertinya orang sudah nggak telaten kerokan yo? Nggak mau ribet terus badan jadi lengket karena balsem."
"Padahal cespleng nggih Pak Estu."
"Haa iyo."
Jam sembilan malam, tiba-tiba ketebang-ketebang Sastro Carik berjalan mendekat ke arah pos ronda.
"Hlooo, Pak Sastro, ngendikane gerah? Katanya sakit, mbok jangan dipaksa lho kalau memang meriang."
"Dipakai diam di rumah kok tambah nggak enak yo? Tak coba keluar saja. Siapa tahu malah bikin enteng di badan."
"Sudah dibawa ke dokter Pak Sastro?"
"DerengĀ Pak Estu. Cukup minta kerokan ke ibunya tadi."
"Lho...lho...lho. Kok pas dengan yang tadi kita bicarakan ya Pak Estu?"