Mohon tunggu...
Eko Wurianto
Eko Wurianto Mohon Tunggu... Guru - Si Tukang Ngeteh

Seneng Ngeteh dan Ngobrol Ngalor Ngidul

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pikir Belakangan

14 Oktober 2023   21:04 Diperbarui: 14 Oktober 2023   21:09 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peduli Privasi oleh Eko Wurianto/Dok. Pribadi

Sabtu yang lalu saya ke Jogja. Ada rekan sekantor yang sudah menyelesaikan masa baktinya sebagai abdi negara dengan sangat paripurna dan selamat dari godaan dunia: sampai akhir masa kerjanya tetap hidup bersahaja.

Untuk menghormati beliau yang purna tugas ini kami mengadakan acara perpisahan di Jogja dengan menyewa satu bis berisi kurang lebih 30an orang. Acara perpisahan berjalan dengan penuh haru sekaligus sukacita.

Setelah acara selesai, pulanglah kami yang sudah kelelahan ini. Untuk mengusir penat, kami berkaraoke menggunakan youtube dari dua buah TV yang dipasang di dalam bis.

Memang asli mujarab. Karaoke bisa mengalihkan fokus otak kami. Kami yang lemah, letih, lesu karena sepagian duduk di bis dan ruang pertemuan, dan siang sampai sorenya kaki terus berjalan menyusuri trotoar Malioboro, bisa lupa dengan kelelahan itu.

Dengan penuh semangat bengak-bengok, teriak-teriak ikut nyanyi, nggak peduli merdu atau sumbang. Orang satu bis ikut hanyut dengan suasana. Kalau tidak ikut rengeng-rengeng nyanyi, ya paling tidak menggoyangkan badan mengikuti irama lagu.

Tapi kok ya celaka lho. Di Tengah jalan yang mulanya lancar jaya itu tiba-tiba macet total. Otak yang sudah senang-senang itu, tiba-tiba disabotase macet. Lemah, letih, lesu kembali menguasai badan.

"Waduh, macetnya bakalan lama lho ini." kata seorang teman di belakang saya.

"Kok tahu mas, sampeyan?"

"Ini di google maps. Bisa sampai sejaman kita macet ini."

Saya buru-buru ikut buka google maps. Waduh cilaka. Beneran, bis kami masuk di jalur padat merayap. Badan yang kembali loyo, semakin bertambah loyo.

"Mas, google maps itu kok canggih ya? Bisa tahu lho jalan di Jogja ini lagi macet. Carane piye yo?"

"Gini Pak Dhe. Kita ini kan kemana-mana bawa hp yang online to? Kalau kita mengaktifkan fitur lokasi pada hp, google akan melacak keberadaan kita."

"Ediaannn. Canggih yo,"

"Terus, kalau misalnya di suatu jalan terjadi penumpukan orang, google akan memberitahu kita kalau di jalan itu padat, ramai atau macet."

"Oooo."

"Intinya Pak Dhe, kita memberitahu keberadaan kita pada google, lalu google memberikan data kemacetan itu pada kita."

"Jatah jegeg. Ilok tenan."

"Tapi itu nggak gratis lho Pak Dhe."

"Ellhoo... Maksudmu kuota internet kita dipotong lebih banyak gitu?"

"Gini Pak Dhe. Karena google melacak keberadaan kita, dia kan jadi tahu kita kemana saja. Kita pergi ke toko apa saja. Kita pergi ke tempat wisata mana saja. Kita makan di mana saja. Kita menginap di mana saja."

"Lho...lho...lho... lha itu lak privasi to? Terus kalau google sudah tahu keberadaan kita, apa pentingnya bagi google? Kita ini kan bukan siapa-siapa to? Artis bukan, pejabat bukan."

"Ya, kalau google cuma dapat datanya njenengan thok tentu nggak berarti apa-apa. Tapi kalau privasinya orang sak Indonesia? Ya itu data yang mahal dan bermanfaat banget bagi google to?."

Saya menanti-nanti penjelasan berikutnya dari teman saya tadi mengenai bagaimana data yang diperoleh google itu bisa menjadi mahal dan penting sekali bagi mereka. Tapi seseorang yang duduk di sebelah kanan saya menimpali.

"Alah mas, sampeyan ini kok rumit banget berpikirnya. Mau pakai aplikasi ya dipakai saja. Nggak perlu dipikir imbal baliknya segala. Google maps itu kan canggih banget ya. Masa alat canggih gitu mintanya yang gratis. Mikir yang simple-simple saja lho.

Teman saya yang sepertinya tahu banyak mengenai teknologi itu kelihatannya tersinggung dengan perkataan teman di samping kanan saya barusan.

"Indonesia itu nggak maju-maju karena orang-orangnya maunya berpikir simple kayak sampeyan itu mas. Diajak berpikir rumit sedikit nggak mau. Kalau begini terus, sampai kapan pun kita ini cuma bakal jadi konsumen terus. Nggak akan jadi produsen."

Teman di samping saya diam. Tidak menyanggah juga tidak mengiyakan. Untuk beberapa saat perbincangan tentang google maps terhenti. Saya baru sadar lagu-lagu karaoke yang diputar dari youtube itu telah minus vokal selama beberapa menit. Perkaranya, yang karaoke lagi asyik berdebat.

Lagu terus berputar tanpa penyanyi. Saya amati mobil-mobil yang berderet di jalan. Memang benar, teknologi bisa menghindarkan kita dari kemacetan seperti jalan yang sedang kami lalui sekarang ini.

Tapi memang tidak ada yang gratis. There is no free lunch. Kita harus waspada dengan yang kelihatannya gratis. Karena terkadang yang kelihatan gratis itu biayanya bisa jauh lebih mahal. Ya itu tadi, privasi kita.

Lha tapi kalau lagi butuh, kita mungkin lupa atau tidak peduli lagi dengan privasi. Yang penting kebutuhan terpenuhi. Laku hidup kita ini kan sudah cukup rumit dengan berbagai kebutuhan yang harus segera terpenuhi to? Ya urusan makan, ya urusan biaya anak, ya urusan kehormatan, ya urusan prestige. Masa harus ditambah rumit dengan urusan "sepele" seperti google maps.

Yah, bisa jadi teman saya yang ngerti banyak teknologi itu benar. Tapi teman di samping kanan saya juga belum tentu salah lah.

Mungkin karena sudah tidak bisa membantah lagi perkataan teman di belakang saya, atau karena tidak mau berdebat, teman di samping kanan saya akhirnya bilang:

"Wis lah. Perkara privasi pikir keri. Pikir belakangan."

Operator Youtube di dekat sopir mengira kalau penumpangnya ingin karaoke dengan lagu koplo yang berjudul Pikir Keri. Dia lalu mengetikkan judul lagu itu di kolom pencarian Youtube.

Tak lama terdengarlah intro lagu Pikir Keri itu:

Yen gelem tak jak rabi

Yen ra gelem tak jagongi

Sing ra penting pikir keri

Nampaknya Koplo Vibe sudah kembali di bis kami. Di dalam bis semua orang bisa nyanyi. Bisa hok aaa hok eee. Di luar macetnya belum juga terurai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun