"Ya otomatis. Orang akhirnya menganggap berbeda itu tidak baik. Bahkan dosa. Orang nggak bisa kritis lagi. Segala yang dari atas itu sudah pasti baik dan benar. Segala sesuatu yang berbeda dengan yang dari atas itu tadi sudah pasti salah."
Saya mengatakan kata "atas" dengan menggerak-gerakkan kedua telunjuk saya di depan muka.
"Pas njenengan bilang kata atas tadi kok sambil nekuk-nekuk jari telunjuk to Pak? Apa maksudnya?"
"Maksud saya kata atas tadi bermakna khusus, Min."
"Alah Miiin. Ngono wae kok ora ngerti. Gitu saja nggak tahu."
Beberapa saat terjadi saur manuk antara Ngatimin dan Satemo. Setelah mereka berhenti, saya melanjutkan lagi.
"Karena orang sudah tidak mau lagi berbeda dengan orang lain, akhirnya mulai dari anak-anak sampai orang dewasa hanya mengulang-ulang apa yang sudah mereka lihat. Pemandangan atau tanda tangan itu cuma beberapa contoh saja."
"Membeo atau kalau kata orang Jawa ngalen. Ikut kemana saja air mengalir."
"Syukurlah sekarang sudah mulai ada tanda-tanda orang tidak lagi suka cuma ikut-ikutan ya? Sudah berani berbeda. Sedikit-sedikit mulai belajar kritis. Contohnya ya anakmu itu tadi Min. Sudah menggambar orang Korea segala."
"Eh, belum semua lho Pak Estu. Saya kemarin lihat foto-foto yang dishare ibu-ibu di grup RT."
"Foto yang mana?"