Mohon tunggu...
Eko Wurianto
Eko Wurianto Mohon Tunggu... Guru - Si Tukang Ngeteh

Seneng Ngeteh dan Ngobrol Ngalor Ngidul

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Easy Like Sunday Morning

1 Oktober 2023   09:22 Diperbarui: 1 Oktober 2023   09:23 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Slow Living oleh Eko Wurianto

Minggu ini, setelah sarapan sega berkat, saya ngeteh di teras belakang rumah. Duduk di kursi kayu menghadap tanaman-tanaman hijau. Pagi ini agak dingin sedikit. Angin semilir bertiup menggoyang-goyangkan kembang air mata pengantin yang dirubung tawon. Berdengung-dengung.

Kok ndelalah nyonyah rumah saya membuatkan pisang bakar diolesi pasta coklat manis. Mendadak saya ingat peristiwa puluhan tahun lalu. Persis seperti minggu pagi ini, saat itu saya bersama seorang kawan saya, sowan berkunjung ke seorang Gus di kota saya.

Rumah Gus ini berhalaman luas dengan pohon nangka besar di dekat pagar. Selain itu juga ada tanaman-tanaman berdaun lebar yang ditanam dalam pot. Teduh dan sejuk.

Ada beberapa sangkar burung perkutut tergantung di teras. Di dekat tangga rumah ada sangkar burung beo yang langsung mengucapkan assalamu 'alaikum begitu kami mendekat. Tapi tak lama kemudian si beo mengucapkan kata okonge...okonge.. Kata-kata nakal ini mungkin diajarkan oleh santri Gus yang mbeling.

Kami uluk salam dan langsung disambut oleh si Gus sendiri yang sarungan dan memakai kaus oblong. Kami dipersilakan masuk dengan grapyak. Kemudian kami berbasa-basi, minta maaf karena pagi-pagi begini sudah sowan.

"Aman mas. Saya santai kok. Wong minggu pagi lho."

Kami langsung ngobrol. Saat mengobrol itu terbukti benar kesantaian si Gus. Beliau tidak kelihatan buru-buru. Menanggapi obrolan kami dengan panjang lebar. Bahkan sebetulnya kami lebih banyak jadi pendengar daripada pembicara.

Seorang santriwati tiba-tiba muncul membawa teh panas dan pisang bakar. Si Gus mempersilakan kami menyicipi.

"Kudapan kesukaan saya ini mas." Si Gus mengambil satu belahan pisang bakar dan melahapnya. Beliau terus udud. Nikmat sekali nampaknya. Obrolan terus berlanjut sampai kami merasa kalau sudah waktunya pamitan.

Teh panas, pisang bakar dan santai-santai seolah tidak ada tanggungan di minggu pagi inilah yang mengingatkan saya pada teh, pisang bakar dan obrolan di rumah si Gus. Si Gus seolah tidak hanya menikmati minggu pagi. Tapi telah menghayatinya.

Saya lalu teringat saat-saat saya seumuran SD dulu. Bapak saya seorang petani. Biasa pergi ke sawah ketika pagi masih gelap. Saya tidak begitu memperhatikan aktivitas bapak di sawah ketika masih sepagi itu.

Yang saya tahu, setelah beberapa lama berkutat di sawah dan matahari sudah agak panas, bapak berteduh di ranggon, gubuk kecil yang didirikan di tengah sawah. Teman-teman bapak menyusul berteduh di ranggon yang sama.

Mereka lalu ngobrol tentang sawah dan menjalar ke soal-soal lain. Mereka juga melinting tembakau yang dibawa dari rumah kemudian udud bersama-sama. Meneruskan obrolan sampai waktunya pulang untuk sarapan.

Di malam harinya, obrolan demi obrolan berlanjut saat nangga, bertandang ke rumah tetangga. Kadang bapak yang main ke rumah tetangga, kadang tetangga yang datang ke rumah kami.

Saat itu, listrik belum masuk ke desa kami. Rumah hanya diterangi lampu petromaks. Ibu menyuguhkan kopi dan bapak membawa keluar satu tandan utuh pisang ambon yang sudah matang. Obrolan berlangsung sampai malam sambil udud, ngopi dan mengudap pisang ambon yang diambil langsung dari tandannya.

Matahari sudah menyinari teras belakang rumah saya. Tapi tidak terlalu panas. Saya menyeruput teh saya yang sudah tidak panas lagi tapi tetap nikmat. Saya melirik kemudian mengamati tawon-tawon yang berdengung mengerubuti bunga air mata pengantin.

Tawon terkenal sebagai binatang yang rajin bekerja demi ratu mereka. Sepertinya kita, manusia, juga rajin bekerja demi "ratu-ratu" kita. Bedanya, kalau ratu tawon bersifat fisik, "ratu-ratu" kita tidak selalu bersifat fisik.

"Ratu-ratu" kita itu bisa berupa anak-istri kita. Demi mereka kita bekerja keras dengan ikhlas karena memang sudah menjadi kewajiban kita. Tapi ada juga "ratu-ratu" yang berupa ekspektasi orang.

Betapa sering kita tidak menyadari bahwa kita bekerja keras itu karena merasa berkewajiban untuk memenuhi ekspektasi orang itu. Ketika banyak orang membuat standar kesuksesan, berapa sering kita mengikuti standar-standar itu.

Kita berupaya keras untuk memenuhi standar-standar itu meskipun akibatnya kita tidak bisa lagi menghayati minggu pagi.

Yah meskipun tidak semua orang bekerja keras karena berusaha memenuhi ekspektasi orang lain. Ada orang-orang yang benar-benar jumpalitan bekerja keras karena mereka adalah sandwich generation. Ada juga yang benar-benar kehabisan waktu karena waktu mereka seharian dihabiskan di jalanan yang macet.

Saya merasa sangat beruntung karena masih bisa berjemur di teras belakang di minggu pagi ini. Tapi bagaimana dengan generasi-generasi sekarang ini? Akankah mereka bisa menghayati minggu pagi?

Akankah mereka bekerja mati-matian tanpa bisa benar-benar bisa menikmati apa yang telah mereka usahakan?

Saya terus ambegan dawa. Menarik nafas dalam-dalam. Semakin ke sini, semakin banyak persoalan. Segala sesuatu bisa bikin mumet bin ngelu. 

Embuhlah. Kok saya malah mikir Sesuatu yang merusak suasana minggu pagi ini. Saya ambil hp saya, buka youtube dan mengetikkan Easy Like Sunday Morning. Setelah iklan sebentar, melantunlah lagu Easy dari The Commodores.

Why in the world would anybody put chains on me?
I've paid my dues to make it
Everybody wants me to be
What they want me to be
I'm not happy when I try to fake it, no

That's why I'm easy

I'm easy like Sunday morning

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun