Mohon tunggu...
Eko Wurianto
Eko Wurianto Mohon Tunggu... Guru - Si Tukang Ngeteh

Seneng Ngeteh dan Ngobrol Ngalor Ngidul

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Easy Like Sunday Morning

1 Oktober 2023   09:22 Diperbarui: 1 Oktober 2023   09:23 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Slow Living oleh Eko Wurianto

Yang saya tahu, setelah beberapa lama berkutat di sawah dan matahari sudah agak panas, bapak berteduh di ranggon, gubuk kecil yang didirikan di tengah sawah. Teman-teman bapak menyusul berteduh di ranggon yang sama.

Mereka lalu ngobrol tentang sawah dan menjalar ke soal-soal lain. Mereka juga melinting tembakau yang dibawa dari rumah kemudian udud bersama-sama. Meneruskan obrolan sampai waktunya pulang untuk sarapan.

Di malam harinya, obrolan demi obrolan berlanjut saat nangga, bertandang ke rumah tetangga. Kadang bapak yang main ke rumah tetangga, kadang tetangga yang datang ke rumah kami.

Saat itu, listrik belum masuk ke desa kami. Rumah hanya diterangi lampu petromaks. Ibu menyuguhkan kopi dan bapak membawa keluar satu tandan utuh pisang ambon yang sudah matang. Obrolan berlangsung sampai malam sambil udud, ngopi dan mengudap pisang ambon yang diambil langsung dari tandannya.

Matahari sudah menyinari teras belakang rumah saya. Tapi tidak terlalu panas. Saya menyeruput teh saya yang sudah tidak panas lagi tapi tetap nikmat. Saya melirik kemudian mengamati tawon-tawon yang berdengung mengerubuti bunga air mata pengantin.

Tawon terkenal sebagai binatang yang rajin bekerja demi ratu mereka. Sepertinya kita, manusia, juga rajin bekerja demi "ratu-ratu" kita. Bedanya, kalau ratu tawon bersifat fisik, "ratu-ratu" kita tidak selalu bersifat fisik.

"Ratu-ratu" kita itu bisa berupa anak-istri kita. Demi mereka kita bekerja keras dengan ikhlas karena memang sudah menjadi kewajiban kita. Tapi ada juga "ratu-ratu" yang berupa ekspektasi orang.

Betapa sering kita tidak menyadari bahwa kita bekerja keras itu karena merasa berkewajiban untuk memenuhi ekspektasi orang itu. Ketika banyak orang membuat standar kesuksesan, berapa sering kita mengikuti standar-standar itu.

Kita berupaya keras untuk memenuhi standar-standar itu meskipun akibatnya kita tidak bisa lagi menghayati minggu pagi.

Yah meskipun tidak semua orang bekerja keras karena berusaha memenuhi ekspektasi orang lain. Ada orang-orang yang benar-benar jumpalitan bekerja keras karena mereka adalah sandwich generation. Ada juga yang benar-benar kehabisan waktu karena waktu mereka seharian dihabiskan di jalanan yang macet.

Saya merasa sangat beruntung karena masih bisa berjemur di teras belakang di minggu pagi ini. Tapi bagaimana dengan generasi-generasi sekarang ini? Akankah mereka bisa menghayati minggu pagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun