Mohon tunggu...
Eko Wurianto
Eko Wurianto Mohon Tunggu... Guru - Si Tukang Ngeteh

Seneng Ngeteh dan Ngobrol Ngalor Ngidul

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ngatimin Dingklik Ingin Punya R2-D2

27 September 2023   11:23 Diperbarui: 27 September 2023   11:35 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Eko Wurianto 

Akhir-akhir ini tambah banyak saja sepeda motor yang berseliweran di jalan-jalan kampung saya. Mereka bukan warga RT saya. Dan nampaknya juga bukan warga Desa saya. Mereka itu orang daerah lain yang mau berangkat kerja. Demi menghindari kemacetan, mereka blusukan melewati jalan-jalan kampung.

"Kalau begini terus kenyamanan kampung kita akan terganggu."

"Oh ya jelas. Orang-orang itu karena memburu waktu banyak yang ngebut di jalan kampung kita. Sudah jalannya sempit, banyak anak-anak lagi."

Lha, ternyata Ngatimin Dingklik dan Satemo Dokar pun mulai resah dengan banyaknya pemotor yang lewat jalan kampung kami.

"Iyo lho Pak Min, Pak Mo. Sampeyan sudah tahu belum? Kamis kemarin putrane Pak Arto Mbedhudhak jalan kaki ke sekolah."

"Jalan kaki piye toh? Wong biasanya diantar Mamahnya pakai mobil kok."

"Katanya hari itu dia pingin jalan kaki sama teman-temannya. Lha wong anak nggak biasa jalan kaki, mungkin jalannya nengah tidak minggir. Tiba-tiba, mak bedunduk ada sepeda motor dari belokan arah Jalan Otto itu. Bocah lemu ginak-ginuk itu hampir saja kesrempet sepeda motor. Untung pemotor itu sigap meliukkan motornya. Kalau nggak, pres wis."

"Apa enaknya kita usul sama Pak RT, agar jalan-jalan kita itu dikasih polisi tidur ya?"

"Waduh... sudah jalan sempit gitu masih mau dikasih polisi tidur? Ngganggu malahan, Min."

"Ngganggu piye lho? Pemotor-pemotor itu lak jadi hati-hati to? Nggak ngebut lagi."

"Pancen iyo. Tapi pemotor itu kan memang cari yang cepat. Bisa saja polisi-polisi tidur itu tetap saja diterjang. Malah dinggo jumping-jumpingan"

Sastro Carik yang baru saja selesai menyeduh teh dan menggoreng tahu di "dapur" pos kamling mulai ikut urun rembug.

"Saya itu kadang mikir gini lho. Imajinasi-imajinasi yang ada di film Star Wars itu kan mulai banyak yang jadi kenyataan to? Dulu pertama lihat film itu, saya gumun banget lho lihat orang bisa telpon-telponan nggak cuma suara tapi juga ada videonya.  Sekarang kita lak  sudah bisa video call ke siapa saja dan murah. Sekarang juga sudah ada hologram persis seperti yang di film itu to?"

"Terus maksud njenengan  gimana Pak Sastro?"

"Gini lho, kapan ya para ilmuwan itu bisa menciptakan kendaraan-kendaraan langit yang murah. Yang sliweran seperti di film Star Wars itu lho. Yang canggih. Anti tabrakan. Kalau sudah ada yang kayak gitu kan bisa mengurangi kepadatan jalan raya to?"

"Lha nanti yang semarawut malah bukan cuma jalan darat Pak Sastro. Udara pun akan jadi tambah ruwet." Ngatimin Dingklik langsung menyahut. Sepertinya ia tiba-tiba mendapatkan wangsit, inspirasi.

"Lha terus pinginmu gimana?"

"Saya hanya pingin punya robot yang bunder itu lho?"

"R2-D2?"

"Betul. Terus robot itu dirancang untuk bisa membantu tugas-tugas manusia. Bisa bersih-bersih, bisa setrika baju. Bisa disuruh belanja. Terus bisa disuruh kerja 24 jam. Kita yang manusia ini tinggal leyeh-leyeh. Tinggal terima bersih."

"Heladalah"

"Jadi ada robot untuk rumah tangga. Robot untuk pabrik. Robot petani. Robot untuk masak bagi orang sekampung. Tak jamin kemacetan jalan raya akan hilang total."

"Lha terus yang mau bikin robot-robot itu siapa?"

"Lhoo... njenengan masa nggak tahu? Indonesia itu lak nggak pernah kekurangan anak-anak pinter to? Lha itu anak-anak mahasiswa yang kuliah di Teknik perobotan kan banyak di Indonesia?"

"Terus untuk bikin robot-robot sebanyak itu uangnya dari mana?" Saya ikut-ikutan bertanya kepada Ngatimin Dingklik.

"Ya pasti ada lah Pak Estu. Kita ini kan negara kaya. Gemah ripah loh jinawi. Masa bikin robot untuk kesejahteraan rakyatnya saja nggak ada uangnya? Ini harus dianggap sebagai investasi lho. Kalau kita jadi negara pertama yang bisa memanfaatkan robot. Terus negara-negara lain kepingin, kita kan bisa jualan robot ke seluruh dunia. Negara kita sudah kaya terus akan bertambah kaya. Piye? Mantep to ideku?"

"Ealah... Gemblung.... Gemblung."

"Kamu itu sudah nggak punya ide malah mbully aku Moo."

"Mbully piye? Lha robot itu kan nggak dibuat oleh Gusti Alloh to? Yang bikin manusia. Manusia yang pinter, yang rajin dan punya duwit. Lha kalo sudah nggak pinter, malesan terus ora duwe duwit, piye ale arep gawe robot Min?"

"Lha justru itu, biar dipikir orang-orang yang pinter itu. Yang wong cilik kayak saya ini kan perlunya gimana agar hidupnya aman, tentram dan sejahtera. Nggih mboten Pak Estu?"

Saya cuma mesem mendengar pertanyaan itu. Satemo Dokar terus menyerang Ngatimin Dingklik, khawatir kalau dia dapat dukungan.

"Sudahlah Min. Nggak usah punya keinginan yang muluk-muluk. Kalau kamu sudah bosan hidup kok begini-begini saja, piye kalau kamu tak antar ke Montenegro sana.?"

"Memang di Montenegro sudah ada robot?"

"Belum. Di sana tiap tahun ada lomba untuk mendapatkan gelar "Warga Termalas". Yang menang lomba dapat hadiah 16 jutaan. Kayaknya kamu bakalan menang."

"Ooo.. lambemu!!"

Kami semua tertawa kemekelen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun