Oleh: Eko WindartoÂ
Timur dan barat terpisah sangat jauhÂ
Beribu-ribu kilometer di antara merekaÂ
Namun perang telah merekam kesakitan dalam setiap sudut dunia
Seperti bunga layu yang merindu hujanÂ
Begitu pula kehidupan wanita
Ia terpuruk karena perang bersama negerinyaÂ
Mereka tahu persis bagaimana rasanya kehilangan
Penderitaan merusak mereka dari dalam dalam pikiran mereka
Trauma terus berkecamukÂ
Mereka sering merasa seakan-akan kehidupan hanyalah puing-puing berserakanÂ
Di tengah kesulitan yang mereka alamiÂ
Ihwal mengerikan yang dilihat mereka adalah nyataÂ
Jiwanya runtuh, hatinya lusuh, membawa keluh-kesah di antara air mata
Dan fragmen perang terus menerus terbayang di depan mataÂ
Namun di balik rasa sakit yang tak berkesudahan mereka tetap bertahan, kuat dalam kelemahan Jiwanya yang luka, pada akhirnya akan sembuh dalam sorak-sorai kebebasan di pagi yang cerah
Seiring waktu yang berjalan, mereka bangkit kembaliÂ
Merubah penderitaan menjadi kekuatan yang tumbuh dari reruntuhan
Perang sering dianggap sebagai konflik negara melawan negara. Namun, dalam setiap konflik, ada pihak yang lebih rentan dan merasakan dampak yang lebih besar: perempuan. Mereka sering menjadi korban dari kekerasan seksual, pemerkosaan, eksploitasi, dan penderitaan yang tak terbayangkan. Alih-alih hanya memikirkan angka mati dan nyawa yang hilang, kita perlu memperhatikan dampak psikologis dan emosional dari perang pada orang-orang yang selamat dari konflik, terutama para wanita.
Perang tidak hanya merusak bangunan dan infrastruktur, tetapi juga merusak struktur sosial dan moral masyarakat. Wanita, yang selalu menjadi anggota terlemah dari masyarakat dalam berbagai hal, sering menjadi korban yang mudah dari kerusakan yang dihasilkan oleh perang. Mereka sering menjadi sasaran pelecehan dan kekerasan seksual, serta menjadi korban dari penganiayaan dan penindasan. Semua ini membuat mereka merasa putus asa dan hancur oleh akibat buruk dari perang.
Wanita korban perang sering mengalami trauma psikologis yang serius. Trauma dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka dan membuat mereka kesulitan dalam mengelola emosi mereka, harus merasa terjebak dalam kecemasan, dan meredam depresi yang mengganggu. Kondisi ini dapat mempengaruhi mereka dalam jangka waktu yang panjang dan mempengaruhi kehidupan mereka secara signifikan.
Dalam situasi yang mengerikan ini, rumah tangga juga bisa menjadi lingkungan ketidakamanan. Beberapa wanita pernah mengalami penyiksaan atau penganiayaan oleh pasangan mereka, tetapi terus bersama pasangan mereka karena merasa tidak punya pilihan lain. Kekuasaan yang diberikan oleh perang dapat digunakan oleh individu untuk mencapai kepuasan pribadi sehingga memperburuk situasi yang semuanya sudah buruk.
Cara terbaik untuk membantu wanita korban perang adalah memberikan dukungan yang mencakup seluruh kehidupan mereka serta jangka waktu yang panjang. Ini bisa mencakup dukungan emosional, dukungan pendidikan dan keterampilan, dukungan kesehatan dan psikologis, dan dukungan keuangan. Dukungan ini harus disediakan oleh pemerintah, LSM atau organisasi nirlaba yang bertujuan membantu korban perang. Dukungan seperti ini dapat membantu wanita korban perang memulihkan kesehatan mental mereka serta memperkuat diri mereka. Hal ini juga akan membantu mereka menemukan rasa mandiri dalam keluarga dan komunitas mereka sehingga mereka merasa dihargai dan diakui sebagai individu saling mendukung.
Konflik bersenjata selalu menghasilkan penghancuran dan penderitaan, tetapi dampak pada wanita, khususnya wanita korban perang, bisa jauh lebih besar. Kita selalu harus mengingat untuk berfokus pada dampak yang dihasilkan pada masyarakat terlemah dan mencari cara terbaik untuk membantu mereka melewatinya dan membawa mereka keluar dari keadaan yang buruk dan menuju kesejahteraan. Perlu menjadi tanggung jawab bersama untuk memberikan dukungan khusus untuk wanita korban perang guna menghilangkan sifat pasif dan menjadi aktif dalam memulihkan kesehatan mental mereka.
Seperti bunga layu yang merindukan hujan, begitu pula kehidupan wanita yang terpuruk oleh penderitaan di tengah perang. Mereka kehilangan tak hanya nyawa orang yang mereka cintai, tetapi juga harapan untuk masa depan yang lebih baik. Dalam sebuah konflik, wanita sering menjadi pihak yang lebih rentan dan rentan terhadap kekerasan seksual, pemerkosaan, dan eksploitasi. Mereka terpaksa meninggalkan rumah mereka, keluarga, dan segala sesuatu yang mereka kenal dan mencintai hanya untuk bertahan hidup.
Penderitaan merusak mereka dari dalam, dalam pikiran mereka, trauma terus berkecamuk. Mereka merasakan kehilangan yang sangat dalam dan masalah-masalah yang terkait dengan depresi, kecemasan, dan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang dapat bertahan selama bertahun-tahun setelah konflik berakhir. Bagi para korban, dampak psikologis dari perang jauh lebih mematikan daripada lautan darah yang tertumpah.
Dalam keputusasaan, mereka sering merasa bahwa hidup ibarat puing-puing berserakan. Mereka terseok-seok dalam kegelapan perilaku negatif, termasuk bunuh diri, kecanduan, dan menjadi pengemis. Kekuatan mereka dari masa lalu menjadi menghilang, kerusakan yang mereka alami membuat mereka merasa kehilangan jati diri. Mereka patah semangat, merasa bahwa tidak ada lagi harapan di dunia ini.
Namun, di balik rasa sakit mereka yang tak terbayangkan, mereka tetap bertahan, kuat dalam kelemahan mereka. Mereka tahu pasti bahwa hanya ada sedikit yang bisa mereka lakukan untuk mengatasi dampak dari penderitaan yang mereka alami. Namun mereka tetap berjuang melalui rasa sakit, terus berjuang untuk bertahan hidup, dan untuk mendapatkan kebebasan dan perdamaian.
Seiring waktu yang berjalan, mereka bangkit dari reruntuhan dan memperkuat diri dengan pengalaman masa lalu. Penderitaan dan trauma yang dulu menghantui mereka, yang membuat kekuatan dan identitas mereka hancur, menjadi titik awal perjuangan baru. Mereka meninggalkan puing-puing itu dan membangun kekuatan dari reruntuhan. Mereka melepaskan beban perasaan yang menekan mereka dan mengambil langkah ke depan ke dalam kesempatan baru dan saat-saat bergembira di pagi yang cerah.
Dalam hal ini, peran masyarakat dan pengesahan sosial memainkan peran penting dalam pemulihan wanita korban perang. Dukungan dari keluarga, teman, atau profesional kesehatan mental dapat membantu mereka bertahan sepanjang masa dan mengembalikan hidup mereka ke jalur yang lebih baik. Pemerintah dan organisasi nirlaba juga harus memperkuat peran mereka dalam melindungi, memulihkan, dan membantu wanita korban perang menuju masa depan yang lebih cerah dan damai.
Jadi, mari kita bersama-sama menjadi pendukung yang berdedikasi dalam membantu wanita untuk mendapatkan kekuatan di tengah situasi yang sulit, memberikan mereka harapan untuk masa depan yang baik, menghadapi takdir dengan tekad dan kepercayaan diri dalam mengatasi saat-saat yang menantang.
Sekar Putih, 2182024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H