bila suaramu saja mampu membuat hatiku resah
bagaimana jika kedua matamu memandangi sebuah wajah
yang selalu berdetak dalam jiwa, pasti kelopak matamu tak bisa berpindah
bila harum aroma tubuhmu saja serasa candu memabukkan jiwa
bagaimana mungkin pelukanmu tak mampu membuatku mabuk dan kepayang
engkaulah intan permata yang selalu memancarkan cahaya
membuat bunga-bunga selalu bermekaran dipekarangan hasrat jiwa
ah bagaimana rasa ini mengapa tak bisa diajak berpindah
berlari ke sana-kemari akhirnya berpulang kembali ke sebuah wajah
sungguh belaian lembut yang pernah mengairi sebuah telaga
tak pernah kering sampai beribu musim yang selalu berubah
sebenarnya puisi ini sudah terbakar waktu dan sirna dalam peluhmu
mengapa abunya masih membentuk aksara rindu melimpah ruah
harumnya tak pernah musnah meski jadi anginÂ
hingga kulit bergetar hebat tak sanggup menahan kehadirannyaÂ
jiwaku menari mengikuti indahnya cahaya di atas cahayamu
senyumanmu yang terlanjur tergenggam, melekat dalam jiwa
dan air matamu yang menetes begitu saja dari lelehan rasa
membuat hatiku terhujam belati dan tak ada yang sanggup mencabutnya
ah. . . biarlah desah ini kutitipkan pada daun- daun hijau muda
agar geloranya abadi sampai ke ranting-ranting pohon surga
dinikmati bidadari kala bercanda ria
sambil meniupkan serulingnyaÂ
: tentang tembang kisah kasih kita
Batu, 682024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H