" Coba kamu pikirkan kembali, bahwa hidup saat sekarang ini harus disiplin mengikuti protokol pemerintah." Urainya agar anak buahnya mengerti keadaan di desanya yang sekarang hampir 90 persen penduduknya terpapar virus corona gara-gara kematian pak Kabul yang ternyata terpapar virus corona tanpa diketahui dan dipahami keluarga serta disadari masyarakat desa Kebalen.
  " Tapi, hidup kan terus berlangsung. Masak kita menyerah dengan kejadian yang telah berlalu!" Jawab anak buahnya ngotot.
  Mampir tak menjawab. Ia berpikir ulang untuk berani menerjang keberaniannya yang terlanjur melorot karena berkaca pada kejadian-kejadian yang merundung beberapa anak buahnya yang terkena covid 19 seperti pak Kabul. Mampir tak mau mati konyol seperti mereka yang kurang disiplin terhadap diri sendiri. Karena ketidak disiplin itu mereka terpapar pandemi hingga mati dan ditolak para tetangganya sendiri untuk dimakamkan di kampungnya sendiri dengan berbagai alasan yang tak masuk akal.
Namun demikian, perenungan dan pertanyaan-pertanyaan di dalam diri Mampir yang telah melorot keberaniannya semakin menggelisahkannya. Karena dari perenungan dan pertanyaan-pertanyaan itu bisa menumbuhkan keingintahuan, dan menumbuhkan pengetahuan.Â
Meski pengetahuan tersebut kadang mengalami kebaruan atau kesalahan adalah hal yang manusiawi. Itulah kenyataannya dalam pencarian kebenaran selalu dituntut untuk menjabarkan secara objektif melalui teori-teori yang dimiliki. Oleh sebab itu pencarian kebenaran tak pernah berhenti, selalu berproses dan tak ada ujungnya.
Otot kawat dan balung besi seorang kepala preman seperti Mampir ternyata mudah dirontokan covid 19 yang kecil seperseribu debu. Mampir baru sadar bahwa hidup hanya sekedar mampir ngombe. Hidup mudah berantakan, dan ambyar!
Bali, 1152020
Catatan kaki:
1. Balung=tulang
2. Ngombe=minum